Entri Populer

Selasa, 31 Mei 2011

eliminasi fekal

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Eliminasi fekal adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh berupa bowel (feses). Pengeluaran feses yang sering, dalam jumlah besar dan karakteristiknya normal biasanya berbanding lurus dengan rendahnya insiden kanker kolorektal (Robinson & Weigley, 1989). Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi. Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi tubuh yang normal. Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan bagian tubuh yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada keseimbangan beberapa faktor, pola eliminasi dan kebiasaan masing-masing orang berbeda. Klien sering meminta pertolongan dari perawat untuk memelihara kebiasaan eliminasi yang normal. Keadaan sakit dapat menghindari mereka sesuai dengan program yang teratur. Mereka menjadi tidak mempunyai kemampuan fisik untuk menggunakan fasilitas toilet yang normal ; lingkungan rumah bisa menghadirkan hambatan untuk klien dengan perubahan mobilitas, perubahan kebutuhan peralatan kamar mandi. Untuk menangani masalah eliminasi klien, perawata harus mengerti proses eliminasi yang normal dan faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi Eliminasi produk sisa pencernaan yang teratur merupakan aspek penting untuk fungsi normal tubuh. Perubahan eliminasi dapat menyebabkan masalah pada sistem gastrointestinal dan system tubuh lainnya.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu Pencernaan normal dan eliminasi ?
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi eliminasi ?
3. Apa saja masalah defekasi yang umum ?
4. Apa itu diversi usus ?
5. Bagaimana proses keperawatan dan eliminasi fekal ?


C. TUJUAN
1. Mengetahui pencernaan normal dan eliminasi.
2. Mengetahui faktor yang mempengaruhi eliminasi.
3. Mengetahui masalah defekasi yang umum.
4. Mengetahui diversi usus.
5. Mengetahui proses keperawatan dan eliminasi fekal.


























BAB II
PEMBAHASAN

A. PENCERNAAN NORMAL DAN ELIMINASI
Saluran gastrointestiral ( GI ) merupakan serangkaian organ muscular berongga yang dilapisi oleh membrane mukosa ( selaput lendir ). Tujuan kerja organ ini ialah mengabsorpsi cairan dan nutrisi, menyiapkan makanan untuk diabsorpsi dan digunakan oleh sel – sel tubuh, serta menyediakan tempat penyimpanan fese sementara. Fungsi utama system GI adalah membuat keseimbangan cairan. GI juga menerima banyak sekresi dari organ – organ, seperti kandung empedu dan pancreas. Setiap kondisi yang secara serius mengganggu absorpsi atau sekresi normal cairan GI, dapat menyebabkan ketidakseimbangan cairan.
Organ – organ saluran gastrointestinal :
Anatomi fisiologi saluran pencernaan terdiri dari :
1. Mulut
Saluran GI secara mekanis dan kimiawi memecah nutrisi ke ukuran dan bentuk yang sesuai. Semua organ pencernaan bekerja sama untuk memastikan bahwa masa atau bolus makanan mencapai daerah absorpsi nutrisi dengan aman dan efektif. Gigi mengunyah makanan, memecahkan menjadi berukuran yang dapat di telan. Sekresi saliva mengandung enzim, seperti ptyalin, yang mengawali pencernaan unsure – unsure makanan tertentu. Saliva mencairkan dan melunakkan bolus makanan di dalam mulut sehingga lebih mudah ditelan.

2. Esophagus
Begitu makanan memasuki bagian atas esophagus, makanan berjalan melalui otot sirkular, yang mencegah udara memasuki esophagus dan makanan mengalami refluks ( bergerak ke belakang ) kembali ke tenggorokan. Bolus makanan menelusuri esophagus yang panjangnya kira – kira 25 cm. makanan didorong oleh gerakan peristaltic lambat yang dihasilkan oleh kontraksi involunter dan relaksasi otot halus secara bergantian. Pada saat bagian esophagus berkontraksi di atas bolus makanan, otot sirkular di bawah ( atau di depan ) bolus berelaksasi. Kontraksi – kontraksi otot halus yang saling bergantian ini mendorong makanan menuju gelombang berikutnya.
Dalam 15 detik, bolus makanan bergerak menuruni esophagus dan mencapai sfingter esophagus bagian bawah. Sfingter esophagus bagian bawah terletak di antara esophagus dan lambung. Factor – factor yang mempengaruhi tekanan sfingter esophagus bagian bawah meliputi antacid, yang meminimalkan refluks, dan nikotin serta makanan berlemak, yang meningkatkan refluks.

3. Lambung
Di dalam lambung, makanan disimpan untuk sementara dan secara mekanis dan kimiawi dipecahkan untuk dicerna dan diabsorpsi. Lambung menyekresi asam hidroklorida ( HCL ), lendir, enzim pepsin, dan factor intrinsic. Konsentrasi HCL mempengaruhi keasaman lambung dan keseimbangan asam – basa tubuh. HCL membantu mencampur dan memecahkan makanan di lambung. Lendir melindungi mukosa lambung dari keasaman dan aktivitasenzim. Pepsin mencerna protein, walaupun tidak banyak pencernaan yang berlangsung di lambung. Factor intrinsik adalah komponen penting yang dibutuhkan untuk absopsi viatamin B12 di dalam usus dan selanjutnya untuk pembentukan sel darah merah normal. Kekurangan factor intrinsic ini mengakibatkan anemia dan pernisiosa.
Sebelum makan meninggalkan lambung, makanan diubah menjadi materi semicair yang disebut kimus. Kimus lebih mudah dicerna dan diabsorpsi daripada makanan padat. Klien yang sebagian lambungnya diangkat atau yang memiliki pengosongan lambung yang cepat ( seperti pada gastritis ) dapat mengalami masalah pencernaan yang serius karena makanan tidak dipecah menjadi kimus.

4. Usus Halus
Selama proses pencernaan normal. Kimus meninggalkan lambung dan memasuki usus. Usus halus merupakan sebuah saluran dengan diameter sekitar 2.5 cm dan panjang 6 m. Usus halus dibagi mkenjadi 3 bagian : duodenum, jejunum, dan ileum. Kimus bercampur dengan enzim – enzim pencernaan ( missal : empedu dan amylase ) saat berjalan memalui usus halus. Segmentasi ( kontrasi dan relaksasi otot halus secara bergantian ) mengaduk kimus, memecahkan makanan lebih lanjut untuk dicerna. Pada saat kimus bercampur, gerakan peristaltic berikutnya sementara berhenti sehingga memungkinkan absorpsi. Kimus berjalan perlahan melalui usus halus untuk memungkinkan absorpsi.
Kebanyakan nutrisi dan elektrolit diabsorbsi di dalam usus halus. Enzim dari pancreas ( missal : amylase ) dan empedu dari kandungan empedu dilepaskan ke dalam duodenum. Enzim di dalam usus halus memecahkan lemak, protein, dan karbohidrat menjadi unsure – unsur dasar. Nutrisi hampir seluruhnya diabsorbsioleh duodenum dan jejunum. Ileum mengabsorpsi vitamin – vitamin tertentu, zat besi, dan garam empedu. Apabila fungsi ileum terganggu, proses pencernaan akan mengalami perubahan besar. Inflamasi, reseksi bedah, atau obstruksi dapat mengganggu peristaltic, mengurangi area absorpsi, atau menghambat aliran kimus.

5. Usus Besar
Saluran GL bagian bawah disebut usus besar ( kolon ) karena ukuran diameternya lebih besar daripada usus halus. Namun, panjangnya, yakni 1,5 sampai 1,8 m jauh lebih pendek. Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon, dan rectum. Usus besar merupakan utama dalam eliminasi fekal.

a. Sekum
Kimus yang tidak diabsorpsi memasuki sekum melalui katup ileosekal. Katup ini merupakan lapisan otot sirkulat yang mencegah regurgitasi dan kembalinya isi kolon ke usus halus.

b. Kolon
Walaupun kimus yang berair memasuki kolon, volume air menurum saat kimus bergerak di sepanjang kolon. Kolon dibagi menjadi kolon asendens, kolon transversal, kolon desenden, kolon sigmoid. Kolon dibangun oleh jaringan otot, yang memungkinkannya menampung dan mengeliminasi produk buangan dalam jumlah besar.
Kolon memiliki empat fungsi yang saling berkaitan : absorpsi, proteksi, sekresi, dan eliminasi. Sejumlah besar volume air, natrium dan klorida diabsorbsi oleh kolon setiap hari. Pada waktu makanan bergerak melalui kolon, terjadi kontraksi haustral. Kontraksi ini sama dengan kontraksi segmental usus halus, tetapi berlangsung lebih lama sampai 5 menit. Kontraksi membentuk kantung berukuran besar di dinding kolon, menyediakan daerah permukaan yang luas untuk absorpsi.
Sebanyak 2.5 L air dapat diabsorbsi oleh kolon dalam 24 jam. Rata – rata, 55 mEq natrium dan 23 mEq klorida diabsorbsi setiap hari. Jumlah air yang diabsorbsi dari kimus bergantung pada keecepatan pergerakan isi kolon. Kimus dalam kondisi normal bersifat lunak, berbentuk masa. Apapbila kecepatan kontraksi peristaltic berlangsung dengan cepat secara abnormal, waktu untuk absorbs air berkurang sehingga feses akan menjadi encer. Apabila kontraksi peristaltis melambat, air akan terus diabsorpsi sehingga terbentuk masa feses yang keras, mengakibatkan konstipasi.
Kolon melindungi dirinya dengan melepaskan suplai lendir. Lendir dalam kondisi normal berwarna jernih sampai buram dengan konsistensi berserabut. Lendir melumasi kolon, mencegah trauma pada dinding bagian dalamnya. Lubrikasi terutama penting pada ujung distal kolon, tempat isi kolon menjadi lebih kering dan lebih keras. Fungsi sekresi kolon membantu keseimbangan asam – basa. Bikarbonat disekresi untuk mengganti klorida. Sekitar 4 sampai 9 mEq kalium dilepaskan setiap hari oleh usus besar. Perubahan serius pada fungsi kolon, seperti diare, dapat mengakibatkan ketidakseimbangan elektrolit. Akhirnya, kolon mengeleminasikan produk buangan dan gas ( flatus ). Flatus timbul akibat menelan gas, difusi karbohidrat ( seperti yang terjadi pada kibis dan bawang ) menghasilkan gas di dalam usus, yang dapat menstimulasi peristaltic. Orang dewasa dalam kondisi normal menghasilkan 400 sampai 700 ml flaktus setiap hari.
Kontraksi peristaltic yang lambat menggerakkan isi usus ke kolon. Isi usus adalah stimulus utama untuk terjadinya kontraksi. Produk buangan dan gas memberikan tekanan pada dinding kolon. Lapisan otot meregang, menstimulus refleks yang menimbulkan kontraksi. Gerakan peristaltic masa, mendorong makanan yang tidak tercerna menuju rectum. Gerakan ini terjadi hanya tiga sampai empat kali sehari, tidak seperti gelombang peristaltis yang sering timbul di dalam usus halus ( biasanya terdengar selama auskultasi ). Saat gerakan peristaltic masa terjadi, segmen besar kolon berkontraksi akibat respon refleks gastrokolik dan duodenokolik. Gerakan ini terjadi apabila lambung atau duodedum terisi makanan. Pengisian makanan ke dalam lambung atau duodenum ini mencetuskan impuls saraf yang menstimulasi dinding otot kolon. Gerakan peristaltic masa paling kuat terjadi pada jam setelah makan.
c. Rectum
Produk buangan yang mencapai bagian kolon sigmoid, disebut feses. Sigmoid menyimpan feses sampai beberapa saat sebelum defekasi. Rectum merupakan bagian akhir pada saluran GL. Panjang rectum bervariasi menurut usia :
Bayi 2,5 sampai 3,8 cm
Toddler 5 cm
Prasekolah 7,5 cm
Anak usia sekolah 10 cm
Dewasa 15 sampai 20 cm
Dalam kondisi normal, rectum tidak berisi feses sampai defekasi. Rectum dibangun oleh lipatan – lipatan jaringan vertical dan transversal. Setiap lipatan vertical berisi sebuah arteri dan lebih dari satu vena. Apabila vena menjadi distensi akibat tekanan selama mengedan, maka terbentuk hemoroid. Hemoroid dapat membuat proses defekasi terasa nyeri. Apabila masa feses atau gas bergerak kedalam rectum untuk membuat dindingnya berdisensi, maka proses defekasi dimulai. Proses ini melibatkan control voluntary dan control involunter. Sfingter interna adalah sebuah otot polos ynag di persarafi oleh system saraf otonom.
Saat sfingter interna relaksasi sfingter eksterna juga relaksasi. Orang dewasa dan anak – anak yang sudah menjalani toilet training ( latihan defekasi ) dapat mengontrol sfingter eksterna secara volunteer ( sadar ). Tekanan untuk mengeluarkan feses dapat dilakukan dengan meningkatkan tekanan intraabdomen atau melakukan valsava maneuver. Maneuver valsava ialah kontraksi volunter otot – otot abdomen saat indivudu mengeluarkan nafas secara paksa, sementara glottis menutup (menahan napas saat mengedan).

B. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI URINASI
Banyak faktor mempengaruhi proses eliminasi fekal. Pengetahuan tentang faktor-faktor ini memungkinkan perawat melakukan tindakan antisipasi yang diperlukan untuk mempertahankan pola eliminasi normal.




Tabel faktor yang mempengaruhi eliminasi
Faktor yang meningkatkan eliminasi Faktor yang merusak eliminasi
Lingkungan yang bebas stress Stress emosional (ansietas atau depresi)
Kemampuan untuk mengikuti pola defekasi pribadi ,privasi Gagal mencetuskan reflek,kurang waktu atau kurang privasi
Diet tinggi serat Diet tinggi lemak, tinggi karbohidrat
Asupan cairan normal(jus buah,cairan hangat) Asupan cairan berkurang
Olahraga (berjalan) Imobilitas
Kemampuan untuk mengambil posisi jongkok Tidak mampu jongkok akibat imobilitas, usia lanjut,deformitas musculoskeletal,nyeri dan nyeri selama defekasi
Diberikan laksatif dan katartik secara tepat Penggunaan analgesic narkotik, antibiotic, dan anestesis umum, serta penggunaan katartik yang berlebihan

Faktor eliminasi fekal:
1. Usia
Perubahan dalam tahapan perkembangan dalam mempengaruhi status eliminasi terjadi disepanjang kehidupan. Seorang bayi memiliki lambung yang kecil dan lebih sedikit menyekresi enzim pencernaan. Beberapa makanan, seperti zat pati yang kompleks, ditoleransi dengan buruk. Bayi tidak mampu mengontrol defekasi karana kurangnya perkembangan neuromuskolar. Perkembangan ini biasanya tidak terjadi sampai 2 sampai 3 tahun. Pertumbuhan usus besar terjadi sangat pesat selama masa remaja. Sekresi HCL meningkat khususnya pada anak laki-laki. Anak remaja biasanya mengkonsumsi makana dalam jumlah lebih besar. Sistem GI pada lansia sering mengalami perubahan sehingga merusak proses pencernaan dan eliminasi. Beberapa lansia mungkin tidak lagi memiliki gigi sehingga mereka tidak mampu mengunyah makanan dengan baik. Makanan yang memasuki saluran GI hanya dikunyah sebagian dan tidak dapat dicerna karena jumlah enzim pencernaan didalam saliva dan volume asam lambung menurun seiring dengan proseas penuaan. Ketidakmampuan untuk mencerna makanan yang mengandung lemak mencerminkan terjadinya kehilangan enzim limpase.

2. Diet
Asupan makanan setiap hari secara teratur membantu mempertahankan pola peristaltic yang teratur di dalam kolon. Makanan yang dikonsumsi individu mempengaruhi eliminasi. Serat, residu makanan yang tidak dapat dicerna, memungkinkan terbentuknya masa dalam materi feses. Makanan pembentuk masa mengabsorbsi cairan sehingga meningkatkan masa feses. Dinding usus teregang, menciptakan gerakan peristaltic dan menimbulkan reflex defekasi. Usus bayi yang belum matang biasanya tidak dapat mentoleransi makanan berserat sampai usianya mencapai beberapa bulan. Dengan menstimulasi peristaltic, masa makanan berjalan dengan cepat melalui usus, mempertahankan feses tetap lunak. Makanan-makanan berikut mengandung serat dalam jumlah tinggi (masa).
i. Buah-buahan mentah (apel,jeruk)
ii. Buah-buahan yang diolah (prum,apricot)
iii. Sayur-sayuran (bayam,kangkung,kubis)
iv. Sayur-sayuran mentah (seledri,mentimun)
v. Gandum utuh (sereal, roti)
Mengkonsumsi makanan tinggi serat meningkatkan kemungkinan normalnya pola eliminasi jika factor lain juga normal. Makanan yang menghasilkan gas, seperti bawang, kembang kol, dan buncis juga menstimulasi peristaltic. Gas yang dihasilkan membuat dinding usus berdistensi , meningkatkan motilitas kolon. Beberapa makanan pedas dapat meningkatkan peristaltic , tetapi juga dapat menyebabkan pencernaan tidak berlangsung dan feses menjadi encer.
Beberapa jenis makanan, seperti susu dan produk-produk susu, sulit atau tidak mungkin dicerna oleh beberapa individu. Hal ini disebabkan oleh intoleransi laktosa. Laktosa, suatu bentuk karbohidrat sederhana yang ditemukan di dalam susu, secara normal dipecah oleh enzim lactase. Intoleransi terhadap makana tertentu dapat mengakibatkan diare, distensi gas, dank ram.



3. Asupan Cairan
Asupan cairan yang tidak adekuat atau gangguan yang menyebabkan kehilangan cairan (seperti muntah) mempengaruhi karakter feses. Cairan mengencerkan isi usus, memudahkannya bergerak melalui kolon. Asupan cairan yang menurun memperlambat pergerakan makanan yang melalui usus. Orang dewasa harus minum 6 sampai 8 gelas (1400 sampai 2000ml) cairan setiap hari. Minuman ringan yang hangat dan jus buah memperlunak feses dan meningkatkan peristaltic. Konsumsi susu dalam jumlah besar dapat memperlambat peristaltic pada beberapa individu dan menyebabkan konstipasi.

4. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik meninkatkan peristaltic, sementara imobilisasi menekan motilitas kolon. Ambulasi dini setelah klien menderita suatu penyakit dianjurkan untuk meningkatkan dipertahankannya eliminasi normal
Upaya mempertahankan tonus otot rangka, yang digunakan selama proses defekasi, merupakan hal yang penting. Melemahnya otot-otot dasar panggul dan abdomen merusak kemampuan individu untuk meningkatkan tekanan intraabdomen dan untuk mengontrol sfingter eksterna. Tonus otot dapat melemah atau hilang akibat penyakit yang berlangsung dalam jangka waktu lama atau penyakit neurologis yang merusak transmisi saraf.

5. Faktor Psikologis
Fungsi dari hampir semua sistem tubuh dapat mengalami gangguan akibat stress emosional yang lama. Apabila individu mengalami kecemasan, ketakutan, atau marah, muncul respons stress, yang memungkinkan tubuh membuat pertahanan. Untuk menyediakan nutrisi yang dibutuhkan dalam upaya pertahanan tersebut, proses pencernaan dipercepat dan peristaltic meningkat. Efek samping peristaltic yang meningkat antara lain diare dan distensi gas. Apabila individu mengalami depresi, sistem saraf otonom memperlambat impuls saraf dan peristaltic dapat menurun. Sejumlah penyakit pada saluran GI dapat dikaitkan dengan stress. Penyakit ini meliputi colitis ulseratif, ulkus lambung, dan penyakit crohn. Upaya penelitian berulang yang dilakukan sejak lama telah gagal membuktikan mitos bahwa penyebab klien mengalami penyakit tersebut adalah karena memiliki kondisi psikopatologis. Namu, ansietas dan depresi mungkin merupakan akibat dari masalah kronik tersebut (cooke,1991)

6. Kebiasaan pribadi
Kebiasaan eliminasi pribadi mempengaruhi fungsi usus. Kebanyakan individu merasa lebih mudah melakukan defekasi dikamar mandi mereka sendiri pada waktu yang paling efektif dan paling nyaman bagi mereka. Jadwal kerja yang sibuk dapat mengganggu kebiasaan dan mengakibatkan perubahan seperti konstipasi. Individu harus mencari waktu terbaik untuk melaksanakan eliminasinya. Reflex gastrokolik adalah reflex yang paling mudah distimulasi untuk menimbulkan defekasi setelah sarapan.

7. Posisi Selama Defekasi

Posisi jongkok merupakan posisi yang normal saat melakukan defekasi. Toilet modern dirancang untuk memfasilitasi posisi ini, sehingga memungkinkan individu untuk duduk tegak ke arah depan, mengeluarkan tekanan intraabdomen dan mengontraksi otot-otot pahanya. Namun, klien lansia atau individu yang menderita penyakit sendi, seperti artritis, mungkin tidak mampu bangkit dari tempat duduk tpilet memampukan klienuntuk bangun dari posisi duduk di toilet tanpa bantuan. Klien yang mengguanakan alat tersebut dan individu yang berposter pendek, mungkin membutuhkan pijakan kaki yang memungkinkan ia menekluk pinggulnya dengan benar.
Untuk klien imobilisasi di tempat tidur, defekasi seringkali dirasakan sulit. Posisi telentang tidak memungkinkan klien mengontraksi otot-otot yang digunakan selama defekasi. Membantu klien ke posisi duduk yang lebih normal pada pispot. Akan meningkatkan kemampuan defekasi.

8. Nyeri
Dalam kondisi normal, kegiatan defekasi tidak menimbulkan nyeri. Namun, pada sejumlah kondisi, termasukhemoroid, bedah rectum, fistula rectum, bedah abdomen, dan melahirkan anak dapat menimbulkan rasa tidak nyaman ketika defekasi. Pada kondisi-kondisi seperti ini, klien seringkali mensupresi keinginanya untuk berdefekasi guna menghindari rasa nyeri yang mungkin akan timbul. Konstipasi merupakan masalah umum pada klien yang merasa nyeri selama defekasi.

9. Kehamilan
Seiring dengan meningkatnya usia kehamilan dan ukuran fetus, tekanan diberikan pada rectum. Obsetruksi semenmtara akibat keberadaan fectus mengganggu pengeluaran feses. Konstipasi adalah masalah umum yang muncul pada trimester terakhir. Wanita hamilselama defekasi dapat menyebabkan terbentukannya hemoroid yang permanen.

10. Pembedahan dan Anestesia
Agen anestesi yang digunakan selama proses pembedahan, membuat gerakan peristaltic berhenti untuk sementara waktu. Agens anestesi yang dihirup menghambat impuls saraf parasimpatis ke otot usus. Kerja anestesi tersebut memperlambat atau menghentikan gelombang peristaltic. Klien yang menerima anestesi local atau regional beresiko lebih kecil untuk mengalami perubahan eliminasi karena aktivitas usus hanya dipengaruhi sedikitt atau bahkan tidak dipengaruhi sama sekali.
Pembedahan yang melibatkan manipulasi usus secara langsung, sementara akan menghentikan gerakan peristaltic. Kondisi ini disebut ileus paralitik yang biasanya berlangsung sekitar 24 sampai 48 jam. Apabila klien tetap tidak aktif atau tidak dapat makan setelah pembedahan, kembalinya fungsi normal usus dapat terhambat lebih lanjut.

11. Obat-obatan
Obat-obatan untuk meningkatkan defekasi telah tersedia . laksatif dan katartik melunakkan feses dan meningkatkan peristaltic. Waupun sama, kerja laksatif lebih ringan dari pada katartik. Apabila digunakan dengan benar , laktasif dan katartik mempertahankan pola eliminasi normal dengan aman. Namun, penggunaan katartik dalam jangka waktu lama menyebabkan usus besar kehilangan tonus ototnya dan menjadi kurang responsive terhadap stimulasi yang diberikan oleh laksatif . penggunaan laksatif yang berlebihan juga dapat menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Minyak mineral, sebuah laksatif umum, menurunkan absorpsi vitamin yang larut dalam lemak. Laksatif dapat mempengaruhi kemajuan kerja obat lain dengan mengubah waktu transit(missal waktu obat berada di saluran GI).
Obat-obatan seperti disiklomin HCL (Bentyl) menekan gerakan peristaltic dan mengobati diare. Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat mengganggu eliminasi. Obat analgesic narkotik menekan gerakan peristaltic. Opiat umumnya menyebabkan konstipasi. Obat-obatan antikolinergik, seperti atropin, atau glikopirolat (robinul), menghambat sekresi asam lambung dan menekan motilitas saluran GI. Walupun bermanfaat dalam mengobati gangguan usus, yakni hiperaktivitas usus, agens antikolinegik dapat menyebabkan konstipasi, banyak antibiotik menyebabkan diare dengan menggangu flora bakteri normal didalam saluran GI. Apabila diare dan kram abdomen yang terkait dengan diare semakin parah, obat-obatan yang diberikan kepada klien mungkin perlu diubah. Intervensi keperawatan dapat digunakan untuk diare osmotic, yang disebabkan oleh obat-obatan hiperosmolar telah diuraikan oleh Fruto(1994)

12. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik, yang melibatkan visualisasi struktur saluran GI, sering memerlukan dikosongkannya isi dibagian usus. Klien tidak diizinkan untuk makan atau minum setelah tengah malam jika esoknya akan dilakukan pemeriksaan, seperti pemeriksaan yang menggunakan barium enema, endoskopi saluran GI bagian bawah atau serangkaian pemereksaan saluran GI bagian atas. Pada kasus penggunaan barium enema atau endoskopi, klien biasanya meneri,ma katartik dan enema. Pengosongan usus dapat mengganggu eliminasi sampai klien dapat makan dengan normal.
Prosedur pemeriksaan menggunakan barium menimbulkan masalah tambahan. Barium mengeras jika dibiarkan di dalam saluran GI. Hal ini dapat menyebabkan konstipasi atau impaksi usus. Seorang klien harus menerima katartik untuk meningkatkan eliminasi barium setelah prosedur dilakukan. Klien yang mengalami kegagalan dalam mengevakuasi semua barium, mungkin usus klien perlu dibersihkan dengan menggunakan enema.



C. MASALAH DEFEKASI YANG UMUM
Perawat mungkin merawat klien yang mengalami atau beresiko mengalami masalah eliminasi akibat stress emosional ( ansietas atau depresi ), berubahan fisiologis pada saluran GI, perubahan truktur usus melalui pembedahan, program terapi lain, atau gangguan yang mengganggu defekasi.

1. Konstipasi
Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya frekuensi BAB disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras, dan mengejan. BAB yang keras dapat menyebabkan nyeri rektum. Kondisi ini terjadi karena feses berada di intestinal lebih lama, sehingga banyak air diserap.
Penyebabnya :
a. Kebiasaan BAB tidak teratur, seperti sibuk, bermain, pindah tempat, dan lain-lain
b. Diet tidak sempurna/adekuat : kurang serat (daging, telur), tidak ada gigi, makanan lemak dan cairan kurang
c. Meningkatnya stress psikologik
d. Kurang olahraga / aktifitas : berbaring lama.
e. Obat-obatan: kodein, morfin, anti kolinergik, zat besi. Penggunaan obat pencahar/laksatif menyebabkan tonus otot intestinal kurang sehingga refleks BAB hilang.
f. Usia, peristaltik menurun dan otot-otot elastisitas perut menurun sehingga menimbulkan konstipasi.
g. Penyakit-penyakit : Obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada spinal cord dan tumor.

2. Impaction
Impaction merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga tumpukan feses yang keras di rektum tidak bisa dikeluarkan. Impaction berat, tumpukan feses sampai pada kolon sigmoid. Penyebabnya pasien dalam keadaan lemah, bingung, tidak sadar, konstipasi berulang dan pemeriksaan yang dapat menimbulkan konstipasi. Tandanya : tidak BAB, anoreksia, kembung/kram dan nyeri rektum.

3. Diare
Diare merupakan BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk. Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat. Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa. Akibatnya feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan menahan BAB.

4. Inkontinensia fecal
Yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus, BAB encer dan jumlahnya banyak. Umumnya disertai dengan gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter anal eksternal. Pada situasi tertentu secara mental pasien sadar akan kebutuhan BAB tapi tidak sadar secara fisik. Kebutuhan dasar pasien tergantung pada perawat.

5. Flatulens
Yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus). Hal-hal yang menyebabkan peningkatan gas di usus adalah pemecahan makanan oleh bakteri yang menghasilkan gas metan, pembusukan di usus yang menghasilkan CO2. Makanan penghasil gas seperti bawang dan kembang kol.

6. Hemoroid
Yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa internal atau eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras, kehamilan, gagal jantung dan penyakit hati menahun. Perdarahan dapat terjadi dengan mudah jika dinding pembuluh darah teregang. Jika terjadi infla-masi dan pengerasan, maka pasien merasa panas dan gatal. Kadang-kadang BAB dilupakan oleh pasien, karena saat BAB menimbulkan nyeri. Akibatnya pasien mengalami konstipasi.

D. DIVERSI USUS
Penyakit tertentu menyebebkan kondisi-kondisi yang mencegah pengeluaran feses secara normal dari rectum. Hal ini menimbulkan kebutuhan untuk membentuk suatu lubang (stoma) buatan yang permanen atau sementara. Lubang uyang dibuat melalui upaya bedah(ostomi ) paling sering di bentuk di Ileum (ileostomi) atau di kolom (kolostomi)(Mc. Garity,1992). Ujung usus kemudian ditarik kesebuah lubang di dinding abdomen untuk membentuk stoma.
Ada dua jenis ostomi yaitu:
1. Ostomi Kontinen : klien memiliki control terhadap pengeluaran feses.
Dimana dalam ostomi kontingen tipe pembedahan tertentu memungkinkan kontinensia pada klien tertentu yang mengalami kolektomi (pengangkatan kolon). Ostomi Kontinen ini juga disebut Disversi kontinen atau reservoir kontinen. Pada sebuah prosedur yang disebut dengan ileoanal pull-through, kolon diangkat dan ileum dianastomosis atau disambungkan ke sfingter anus yang utuh.
Di beberapa prosedur bedah terbaru yang didasarkan pada upaya ileoanal pull-through adalah reservoar ileoanal .Reservoar ileoanal juga disebut protokolektomi restorasi, anastomosis kantong ileum anus, atau kantong pelvis. Pada prosedur ini klien tak memiliki stoma eksterna yang permanen dan dengan demikian tidak perlu mengenakan kantong ostomi.klien mengenakan kantung interna yang berasal dari ileumnya.
Kantong ileum ini dapat di bentuk dalam berbagai bentuk seperti bentuk lateral, S,J,atau W. Ujung kantong kemudian dijahit atau di anastomosis ke anus.pembedahan dilakukan dalam berbagai tahapandan klien dapat mempunyai ostomi yang bersifat sementara sampai kantung ileum yang dibentuk melalui upaya bedah telah sembuh.

2. Ostomi Inkintingen: klien tidak mempunyai control terhadap pengeluaran Feses.
Pada hal ini lokasi ostomi menentukan kosistensi feses. Sebuah ileostomi merupakan jalan pintas keluarnya feses sehingga feses tidak melalui seluruh bagian usus besar. Akibatnya feses akan keluar lebih sering dan dalam bentuk cair. Kejadian serupa juga terjadi pada kolostomi di kolon asenden. Kolostomi pada kolon transversal umumnya akan menghasilkan feses yang lebih padat dan berbentuk, sedangkan kolostomi sigmoid menghasilkan feses yang sudah mendekati feses normal. Dalam hal ini kolostm dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Loop Colostomy
Loop colostomy biasanya di lakukan dalam kondisi kedaruratan medis yang nantinya colostomy tersebut akan ditutup. Jenis colostomy ini biasanya mempunyai stoma yang berukuran besar, dibentuk di kolon transversal dan sifatnya sementara.
b. End Colostomy
End Coostomy terdiri dari satu stoma, yang dibentuk dari ujung proksimal usus dengan bagian distal saluran GI dapat dibuang atau dijahit tertutup (disebut kantong Hartmann) dan dibiarkan di dalam rongga abdomen.
c. Double Barrel colostomy
Tidak seperti loop colostomy , usus dipotong melalui pembedahan kedalam bentuk double barrel colostomy dan kedua ujungnya ditarik keatas abdomen . Double-barrel colostomy terdiri dari dua stoma yang berbeda yaitu stoma proksimal yang berfungsi dan stoma distal yang tak berfungsi.

Pertimbangan Psikologi
Sebuah ostomi dapat menimbulkan perubahan citra tubuh yang serius, terutama apabila ostomi tersebut bersifst permanen. Klien yang memiliki riwayat penyakit usus kronik dalam jangka waktu yang lama seperti penyakit Crohn atau Kolitis ulseratif telah meningkatkan kualitas hidupnya, tetapi memiliki citra tubuh yang lebih rendah. Sebaliknya, Klien yang membutuhkan ostomi akibat kanker memiliki citra tubuh yang lebih tinggi, tetapi kualitas hidupnya berkurang.
Klien sering mempersepsikan stoma sebagai bentuk pemotongan/perusakan. Walaupun pakaian menutupi ostomi, klien merasa berbeda. Banyak klien memiliki kesulitan untuk mempertahankan/memulai hubungan seksual yang normal. Faktor penting yang mempengaruhi reaksi klien adalah karakter sekresi feses dan kemampuan untuk mengontrolnya. Bau busuk kebocoran atau tumpahan feses tang encer dan ketidakmempuan mengatur defekasi membuat klien kehilangan harga dirinya.

E. PROSES KEPERAWATAN DAN ELIMINASI FEKAL
1. Pengkajian
a. Frekwensi buang air besar pada bayi sebanyak 4 – 6 kali sehari , sedangkan orang dewasa adalah 2 – 3 kali per hari dengan jumlah rata-rata pembuangan per hari adalah 150 gr

b. Keadaan feses :
• warna hitam atau merah
• berbau tidak sedap
• konsistensi cair
• bentuk kecil seperti pensil
• terdapat darah

2. Diagnosa
a. Konstipasi berhubungan dengan:
• defek persarafan, kelemahan pelvis, imobilitas akibat cedera akibat medulla spinalis, dan CVA
• nyeri akibat hemoroid
• menurunya peristaltic akibat stress
b. Diare berhubungan dengan:
• melabsorpsi atau inflamasi akibat penyakit infeksi atau gastritis, kulkus, dll
• peningkatan peristaltic akibat peningkatan metabolism
• stress psikololgis
c. Inkontinensia usus berhubungan dengan:
• gangguan sfingter rectal akibat cedera rectum atau tindakan pembedahan
• distensi rectum akiibat konstipasi kronis
• ketidak mampuan mengenal atau merespon proses defekasi akibat depresi atau kerusakan kognitif
d. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan:
• pengluaran cairan yang berlebihan (diare)



3. Perencanaan
Tujuan :
• Mempertahankan asupan makanan dan minuman cukup
• Mempertahankan kebiasaan defikasi secara teratur
• Mempertahankan defikasi secara normal
• Mencegah gangguan integritas kulit
Rencana tindakan :
1. Kaji perubahan faktor yang mempengaruhi masalah eliminasi
2. Kurangi faktor yang mempengaruhi terjadinya masalah seperti konstipasi akibat nyeri dan inkontenensia usus
3. Jeleskan mengenai eliminasi yang normal kepada pasien
4. Bantu defikasi secara manual
5. Bantu latihan buang air besar
6. Pertahankan asupan makanan dan minuman

4. Pelaksanaan
1. Menyiapkan feses untuk bahan pemeriksaan
2. Menolong buang air besar dengan menggunakan pispot
3. Memberikan gliserin untuk merangsang peristaltic usus sehingga pasien dapat buang air besar
4. Mengeluarkan feses dengan jari
5. Kolaborasi dengan ahli gizi

5. Evaluasi
Evaluasi terhadap kebutuhan eliminasi dapat dinilai dengan adanya kemampuan dalam :
1. Memahami cara eliminasi yang normal
2. Mempertahankan defektasi secara normal yang ditunjukan dengan kemampuan pasien dalam mengontrol defektasi tanpa bantuan obat atau enema , berpartisipasi dalam program latihan secara teratur , defikasi tanpa mengedan
3. Mempertahankan rasa nyaman yang ditunjukan dengan kenyamanan dalam kemampuan defikasi , tidak terjadi bleeding , tidak terjadi inflamasi dan lain-lain
4. Mempertahankan integritas kulit yang ditunjukan dengan keringnya area perianal , tidak ada inflamasi atau ekskoriasi , keringnya kulit sekitar stoma dan lain-lain
5. Melakukan latihan secara teratur , seperti rentang gerak atau aktifitas lain (jalan , berdiri , dll)
6. Mempertahankan asupan makanan dan minuman yang cukup dapat ditunjukan dengan adanya kemampuan dalam merencanakan pola makan , seperti makan dengan tinggi atau rendah serat (tergantung dari tendensi diare / konstipasi serta mampu minum 2000 – 3000 ml)









BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Eliminasi fekal adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh berupa bowel (feses). Faktor yang mempengaruhi eleminasi fecal yaitu, usia, diet, asupan Cairan, aktivitas Fisik, faktor Psikologis, kebiasaan pribadi, Posisi Selama Defekasi, Nyeri, Kehamilan, Pembedahan dan Anestesia, Obat-obatan, Pemeriksaan Diagnostik. Dengan kita mengetahui faktor-faktor tersebut akan mempermudah saat kita melakukan asuhan keperawatan.
























Daftar Pustaka

Alimul Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan

Perry, Potter. 2005. Fundamental keperawatan, edisi 4, volume 1. Jakarta : EGC

Perry, Potter. 2005. Fundamental keperawatan, edisi 4, volume 2. Jakarta : EGC

http://www.proses_pencernaan_makanan.html

http://www.siklus_alami_tubuh_dalam_proses_pencernaan_makanan.html

antropologi kesehatan

MENGURAIKAN KONSEP DASAR ANTROPOLOGI KESEHATAN










I MADE DWIJANATA KUSUMADANA
(10.321.0951)
A4’F



STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI
TAHUN PELAJARAN 2010/2011
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,atas segala limpahan rahmat dan karunianya sehingga makalah yang berjudul “Konsep Dasar Antropologi Kesehatan” dapat diselesaikan dengan tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan ini saya menyajikan penjelasan materi perkembangan anropologi kesehatan. Saya juga berterimakasih kepada dosen serta teman-teman yang telah membantu dalam pembuatan laporan ini.
Laporan ini disusun sebagai rasa tanggung jawab memenuhi tugas social budaya. Kami mohon maaf apabila ada kekeliruan dalam penulisan laporan ini.Kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam penulisan laporan selanjutnya.

Om Santih,Santih,Santih Om




Denpasar,5 April 2011


Penulis

DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR ...............................................................................................................................i
DAFTAR ISI ...........................................................................................................................................ii

BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................................3
B. Rumusan Masalah..............................................................................................3
C. Tujuan.................................................................................................................3
BAB II : KONSEP DASAR ANTROPOLOGI KESEHATAN
A. Definisi sehat menurut WHO dan Depkes R......................................................4
B. Persamaan dan perbedaan definisi sehat menurut WHO dan Depkes RI.........4
C. Definisi Keperawatan........................................................................................6
D. Yang harus dimiliki oleh seorang perawat........................................................6

BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................................7








BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pada masa lalu, sebagian besar inividu dan masyarakat memandang kesehatan dengan sebelah mata, itu dapat dilihat dari tingkah laku masyarakat sehari-hari. Contohnya : ketika akan makan orang tersebut sering mencuci tangan tanpa menggunakan sabun, akibatnya kuman yang ada dalam tangan tidak akan mati sehingga ketika beberapa saat setelah makan akan merasakan sakit perut. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penaggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan.Pendidikan kesehatan adalah proses membantu sesorang, dengan bertindak secara sendiri-sendiri ataupun secara kolektif, untuk membuat keputusan berdasarkan pengetahuan mengenai hal-hal yang memengaruhi kesehatan pribadinya dan orang lain. Definisi yang bahkan lebih sederhana diajukan oleh Larry Green dan para koleganya yang menulis bahwa pendidikan kesehatan adalah kombinasi pengalaman belajar yang dirancang untuk mempermudah adaptasi sukarela terhadap perilaku yang kondusif bagi kesehatan.Data terakhir menunjukkan bahwa saat ini lebih dari 80 persen rakyat Indonesia tidak mampu mendapat jaminan kesehatan dari lembaga atau perusahaan di bidang pemeliharaan kesehatan, seperti Akses, Taspen, dan Jamsostek. Golongan masyarakat yang dianggap 'teranaktirikan' dalam hal jaminan kesehatan adalah mereka dari golongan masyarakat kecil dan pedagang. Dalam pelayanan kesehatan, masalah ini menjadi lebih pelik, berhubung dalam manajemen pelayanan kesehatan tidak saja terkait beberapa kelompok manusia, tetapi juga sifat yang khusus dari pelayanan kesehatan itu sendiri.

B. Rumusan Masalah
• Apakah definisi kesehatan menurut WHO dan Depkes RI ?
• Mengetahui persamaan dan perbedaan sehat menurut WHO dan Depkes RI ?
• Mengetahui definisi keperawatan ?
• Apa yang harus dimiliki oleh seorang perawat ?

C. Tujuan
• Bisa mendefinisikan kesehatan menurut WHO dan Depkes RI
• Supaya perawat memahami definisi keperawatan
• Perawat mengetahui apa yang harus dimiliki oleh seorang perawat


BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Sehat menurut WHO dan Dekes RI
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Sedangkan Upaya Kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Sarana Kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Dan Kesehatan adalah sesuatu yang sangat berguna bagi kita semua, karena kesehatan adalah modal dasar bagi setiap orang untuk melakukan segala aktivitas dengan baik dan maksimal.

Pendekatan yang digunakan pada abad ke-21, sehat dipandang dengan perspektif yang lebih luas. Luasnya aspek itu meliputi rasa memiliki kekuasaan, hubungan kasih sayang, semangat hidup, jaringan dukungan sosial yang kuat, rasa berarti dalam hidup, atau tingkat kemandirian tertentu (Haber, 1994). Sehat merupakan sebuah keadaan yang tidak hanya terbebas dari penyakit akan tetapi juga meliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang meliputi aspek fisik, emosi, sosial dan spiritual.

B. Persamaan dan perbedaan definisi sehat menurut WHO dan Depkes RI

1. Persamaan

Kesehatan bersifat menyeluruh dan mengandung empat aspek. Perwujudan dari masing-masing aspek tersebut dalam kesehatan seseorang antara lain sebagai berikut:

1. Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan.

2. Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yakni pikiran, emosional, dan spiritual.

• Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran.

• Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, kuatir, sedih dan sebagainya.

• Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fana ini, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa. Misalnya sehat spiritual dapat dilihat dari praktik keagamaan seseorang. Dengan perkataan lain, sehat spiritual adalah keadaan dimana seseorang menjalankan ibadah dan semua aturan-aturan agama yang dianutnya.

3. Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku, agama atau kepercayan, status sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya, serta saling toleran dan menghargai.

4. Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat bila seseorang (dewasa) produktif, dalam arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong terhadap hidupnya sendiri atau keluarganya secara finansial. Bagi mereka yang belum dewasa (siswa atau mahasiswa) dan usia lanjut (pensiunan), dengan sendirinya batasan ini tidak berlaku. Oleh sebab itu, bagi kelompok tersebut, yang berlaku adalah produktif secara sosial, yakni mempunyai kegiatan yang berguna bagi kehidupan mereka nanti, misalnya berprestasi bagi siswa atau mahasiswa, dan kegiatan sosial, keagamaan, atau pelayanan kemasyarakatan lainnya bagi usia lanjut.

Dalam pengertian yang paling luas sehat merupakan suatu keadaan yang dinamis dimana individu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan internal (psikologis, intelektual, spiritual dan penyakit) dan eksternal (lingkungan fisik, social, dan ekonomi) dalam mempertahankan kesehatannya


2. Perbedaan

Menurut WHO (1947) Sehat itu sendiri dapat diartikan bahwa suatu keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan (WHO, 1947).
Definisi WHO tentang sehat mempunyai karakteristik berikut yang dapat meningkatkan konsep sehat yang positif (Edelman dan Mandle. 1994) :
1. Memperhatikan individu sebagai sebuah sistem yang menyeluruh.
2. Memandang sehat dengan mengidentifikasi lingkungan internal dan eksternal.
3. Penghargaan terhadap pentingnya peran individu dalam hidup.



SEHAT MENURUT DEPKES RI

Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ada faktor -faktor lain di luar kenyataan klinis yang mempengaruhinya terutama faktor sosial budaya. Kedua pengertian saling mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya dapat dipahami dalam konteks pengertian yang lain. Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi, sosiologi, kedokteran, dan lain-lain bidang ilmu pengetahuan telah mencoba memberikan pengertian tentang konsep sehat dan sakit ditinjau dari masing-masing disiplin ilmu. Masalah sehat dan sakit merupakan proses yang berkaitan dengan kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradap -tasi dengan lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun sosio budaya.UU No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa : Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur –unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan. Definisi sakit: seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit menahun (kronis), atau gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja/kegiatannya terganggu. Walaupun seseorang sakit (istilah sehari -hari) seperti masuk angin, pilek, tetapi bila ia tidak terganggu untuk melaksanakan kegiatannya, maka ia di anggap tidak sakit.


C. Definisi Keperawatan

Keperawatan merupakan suatu profesi yang difokuskan pada perawatan individu, keluarga, dan komunitas dalam mencapai, memelihara, dan menyembuhkan kesehatan yang optimal dan berfungsi. Definisi modern mengenai keperawatan didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan dan suatu seni yang memfokuskan pada mempromosikan kualitas hidup yang didefinisikan oleh orang atau keluarga, melalui seluruh pengalaman hidupnya dari kelahiran sampai asuhan pada kematian.

D. Yang harus dimiliki oleh seorang perawat
Untuk menjadi perawat ideal di mata masyarakat, diperlukan kompetensi yang baik dalam hal menjalankan peran dan fungsi sebagai perawat. Seorang perawat profesional haruslah mampu menjalankan peran dan fungsinya dengan baik. Adapun peran perawat diantaranya ialah pemberi perawatan, pemberi keputusan klinis, pelindung dan advokat klien, manajer kasus, rehabilitator, pemberi kenyamanan, komunikator, penyuluh, dan peran karier. Semua peran tersebut sangatlah berpengaruh dalam membangun citra perawat di masyarakat. Namun, disini saya akan menekankan peran yang menurut saya paling penting dalam membangun citra perawat ideal di mata masyarakat. Peran–peran tersebut diantaranya ialah peran sebagai pemberi perawatan, peran sebagai pemberi kenyaman dan peran sebagai komunikator.
Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan merupakan peran yang paling utama bagi seorang perawat. Perawat profesional yang dapat memberikan asuhan keperawatan dengan baik dan terampil akan membangun citra keperawatan menjadi lebih baik di mata masyarakat. Saat ini, perawat vokasional memang masih mendominasi praktik keperawatan di rumah sakit maupun di tempat pelayanan kesehatan lainnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa perawat vokasional memiliki kemampuan aplikasi yang baik dalam melakukan praktik keperawatan. Namun, perawat vokasional memiliki pengetahuan teoritis yang lebih terbatas jika dibandingkan dengan perawat profesional. Dengan semakin banyaknya jumlah perawat profesional saat ini, diharapkan dapat melengkapi kompetensi yang dimiliki oleh perawat vokasional. Seorang perawat profesional harus memahami landasan teoritis dalam melakukan praktik keperawatan. Landasan teoritis tersebut akan sangat berguna bagi perawat profesional saat menjelaskan maksud dan tujuan dari asuhan keperawatan yang diberikan secara rasional kepada klien. Hal ini tentu saja akan membawa dampak baik bagi terciptanya citra perawat ideal di mata masyarakat yaitu perawat yang cerdas, terampil dan profesional.
Kenyamanan merupakan suatu perasaan subjektif dalam diri manusia. Masyarakat yang menjadi klien dalam asuhan keperawatan akan memiliki kebutuhan yang relatif terhadap rasa nyaman. Mereka mengharapkan perawat dapat memenuhi kebutuhan rasa nyaman mereka. Oleh karena itu, peran perawat sebagai pemberi kenyamanan, merupakan suatu peran yang cukup penting bagi terciptanya suatu citra keperawatan yang baik. Seorang perawat profesional diharapkan mampu menciptakan kenyamanan bagi klien saat klien menjalani perawatan. Perawat profesional juga seharusnya mampu mengidentifikasi kebutuhan yang berbeda-beda dalam diri klien akan rasa nyaman. Kenyamanan yang tercipta akan membantu klien dalam proses penyembuhan, sehingga proses penyembuhan akan lebih cepat. Pemberian rasa nyaman yang diberikan perawat kepada klien dapat berupa sikap atau perilaku yang ditunjukkan dengan sikap peduli, sikap ramah, sikap sopan, dan sikap empati yang ditunjukkan perawat kepada klien pada saat memberikan asuhan keperawatan. Memanggil klien dengan namanya merupakan salah satu bentuk interaksi yang dapat menciptakan kenyamanan bagi klien dalam menjalani perawatan. Klien akan merasa nyaman dan tidak merasa asing di rumah sakit. Perilaku itu juga dapat menciptakan citra perawat yang ideal di mata klien itu sendiri karena klien mendapatkan rasa nyaman seperti apa yang diharapkannya.
Peran perawat sebagai komunikator juga sangat berpengaruh terhadap citra perawat di mata masyarakat. Masyarakat sangat mengharapkan perawat dapat menjadi komunikator yang baik. Klien juga manusia yang membutuhkan interaksi pada saat ia menjalani asuhan keperawatan. Interaksi verbal yang dilakukan dengan perawat sedikit banyak akan berpengaruh terhadap peningkatan kesehatan klien. Keperawatan mencakup komunikasi dengan klien dan keluarga, antar-sesama perawat dan profesi kesehatan lainnya, serta sumber informasi dan komunitas. Kualitas komunikasi yang dimiliki oleh seorang perawat merupakan faktor yang menentukan dalam memenuhi kebutuhan individu, keluarga, dan komunitas. Sudah seharusnya seorang perawat profesional memiliki kualitas komunikasi yang baik saat berhadapan dengan klien, keluarga maupun dengan siapa saja yang membutuhkan informasi mengenai masalah keperawatan terkait kesehatan klien.






































BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Di sini perawat memiliki tugas membantu dalam pengobatan serta memberikan penyuluhan kepada masyarakat agar terciptanya suatu kesehatan dari dalam maupun dari luar tubuh manusia.

Senin, 30 Mei 2011

anatomi

TULANG

Rangka tubuh manusia terdiri dari bentuk tulang yang saling berhubungan. tulang-tulang itu dibedakan menjadi 3 bagian yaitu :
1. cranium ( tengkorak) ……………………………rangka aksial (sumbu)
2. tulang badan ……………………………………….rangka aksial (sumbu)
3. tulang anggota badan ……………………………skeleton appendikuler

STRUKTUR TULANG
Tulang tengkorak
Tulang ini dibedakan menjadi 2 yaitu :
• tempurung kepala
fungsinya untuk melindungi otak dan sambungan antar tulang tidak dapat digerakkan.
kranium terdiri :
1 tulang kepala belakang (os ascipetale)
2 tulang dahi (os frontale)
2 tulang ubun-ubun (os parietale)
2 tulang pelipis (os temporale)
2 tulang tapis (os ethomoidale)
2 tulang baji ( os spenoidale)
• tulang muka dan tulang rahang
membentuk bagian wajah yang terdiri dari :
2 tulang rahang atas (os maxilla)
2 tulang rahang bawah (os mandibula)
2 tulang pipi ( os zygomaticum)
2 tulang air mata ( os lacrimate )
2 tulang hidung (os nasale)
2 tulang langit-langit (os palatum)
1 tulang lidah (os hydicocus)
Tulang badan
• tulang belakang
• dada
• rusuk
• panggul
Tulang anggota badan
• tulang lengan
• tulang tungkai

FUNGSI TULANG
• sebagai alat gerak pasif
• tempat melekatnya otot
• tempat pembentukan sel-sel darah
• melindungi organ tubuh yang penting
• menegakkan tubuh
• memberi bentuk tubuh


Kerangka manusia

Kerangka manusia disokong oleh struktur seperti ligamen, tendon, otot, dan organ manusia yang lain.
Sejumlah 206 tulang membentuk sistem kerangka manusia dewasa. Tulang diberi nama menurut tempatnya.
2 bagian sistem kerangka manusia adalah:
1. Kerangka aksial
o Tengkorak
o Tulang punggung
o Sangkar rusuk
2. Kerangka penyokong
o Lengkungan pektoral
o Lengkungan pelvis
o Tulang-tulang anggota depan
o Tulang-tulang anggota Belakang




Kerangka aksial


Kerangka manusia - tampak depan


Kerangka manusia - tampak belakang
Tengkorak
Kerangka atau tulang tengkorak ini melindungi kepala dan organ-organ dalam kepala.
Bagian-bagian tengkorak ialah:
1. Kranium
o Berfungsi untuk melindungi otak.
o Mempunyai 8 keping tulang yang berdiri sendiri dan disambungkan melalui ligamentum (sendi tak bergerak).
2. Orbit
o Berfungsi untuk melindungi kedua bola mata.
3. Tulang hidung
o Berfungsi untuk menyokong jaringan hidung yang lembut.
4. Lubang telinga
o Berfungsi untuk melindungi bagian dalam telinga.
5. Rahang atas (atau maksila)
o Berfungsi menyokong barisan gigi atas.
6. Rahang bawah (atau mandibula)
o Berfungsi menyokong barisan gigi bawah.
o Rahang yang dapat bergerak, yaitu untuk menguyah makanan dan sebagainya.
7. Foramen magnum
o Berfungsi untuk menyambung tengkorak dengan tulang belakang
Tulang punggung
Tulang-tulang belakang terdiri dari 33 ruas tulang bersendi. Pada setiap ujungnya terbentuk suatu turus yang dapat luntur.
Kolumna vertebralis berfungsi untuk melindungi medula spinalis yang terletak di bagian tengahnya. Di antara tulang vertebra, terdapat cakera rawan yang bertindak meredam hentakan (daya) dan mengurangi pergeseran saat bergerak.
Bagian kolumna vertebralis ialah:
• 7 vertebra servikalis - Bagian leher
• 12 vertebra torakalis - Bagian dada
• 5 vertebra lumbalis - Bagian pinggang
• 5 vertebra sakrum - Bagian punggung
• 4 vertebra koksigealis - Bagian ujung tulang belakang
Bagian-bagian tulang belakang
1. Sentrum
o Bersifat pejal dan tegar
o Memberi sokongan
o Melawan daya mampatan
2. Arkus
o Merupakan lengkuk saraf
o Terletak pada bagian dorsal sentrum
o Melindungi medula spinalis
3. Foramen vertebrale
o Merupakan saluran rongga kosong
o Berfungsi sebagai tempat bagi medula spinalis
4. Zigapofisis
o Merupakan muka sendi antara 2 vertebra.
o Prezigapofisis mengarah ke atas.
o Postzigapofisis mengarah ke bawah.
5. Cuaran spina
o Berfungsi untuk melekatkan otot
6. Cuaran melintang
o Berfungsi untuk melekatkan otot
Sangkar rusuk
Sangkar rusuk berfungsi untuk melindungi jantung dan paru.
Tulang-tulang yang membentuk sangkar rusuk ialah:
• 12 pasang tulang rusuk bersendi dengan vertebra torakalis dan melengkung ke hadapan.
• 7 pasang tulang rusuk bersendi dengan tulang dada secara berkelanjutan.
• 3 pasang yang lain dihubungkan secara tidak langsung dengan tulang rawan.
• 3 pasang tulang rusuk terakhir tergantung bebas dan tidak dihubungkan kepada sternum.
Kerangka penyangga
Kerangka penyangga bersendi dengan rangka aksial pada bagian bahu dan punggung.
Lengkungan pektoralis
Terdiri daripada 2 tulang yaitu:
1. Tulang selangka
o Berbentuk batang dan melengkung sedikit.
o Bersendi dengan manubrium sterni pada satu ujung dan akromion pada ujung yang lain.
o Berfungsi untuk mengalirkan daya dari lengan ke badan manusia.
2. Tulang belikat
o Berbentuk sekeping tulang pipih yang berupa segitiga.
o Membentuk tonjolan akromion dan korakoid yang merupakan perpanjangan spina skapulae.
o Kavitas glenoidalis (bagian tulang belikat) bersendi dengan kepala tulang lengan atas bagian depan.
Lengkungan pelvis
Terdiri dari 2 tulang kiri dan kanan yang simetris. Tulang-tulang pada kedua bagian ini berikatan antara satu sama lain di simfisis pubis pada bahagian ventral.
Lengkungan ini terbagi atas:
• Ilium yang bersendi dengan tulang kelangka.
• Iskium (atau tulang pelana)
• Pubis (atau tulang ari-ari)


Sistem Rangka Manusia

Sistem rangka adalah suatu sistem organ yang memberikan dukungan fisik pada makhluk hidup. Sistem rangka umumnya dibagi menjadi tiga tipe: eksternal, internal, dan basis cairan (rangka hidrostatik), walaupun sistem rangka hidrostatik dapat pula dikelompokkan secara terpisah dari dua jenis lainnya karena tidak adanya struktur penunjang. Rangka manusia dibentuk dari tulang tunggal atau gabungan (seperti tengkorak) yang ditunjang oleh struktur lain seperti ligamen, tendon, otot, dan organ lainnya. Rata-rata manusia dewasa memiliki 206 tulang, walaupun jumlah ini dapat bervariasi antara individu.

Rangka tubuh manusia dikelompokkan atas dua bagian yaitu: A. Skeleton aksial
Terdiri atas sekelompok tulang yang menyusun poros tubuh dan memberikan dukungan dan perlindungan pada organ di kepala, leher dan badan.
Macam-macam skeleton aksial yaitu:
1. Tulang tengkorak bagian kepala terdiri dari:
• bagian parietal --> tulang dahi
• bagian temporal --> tulang samping kiri kanan kepala dekat telinga
• bagian occipitas --> daerah belakang daritengkorak
• bagian spenoid --> berdekatan dengan tulang rongga mata, seperti tulang baji
• bagian ethmoid --> tulang yang menyususn rongga hidung
Tulang Tengkorak Tulang-tulang tengkorak merupakan tulang yang menyusun kerangka kepala. Tulang tengkorak tersusun atas 8 buah tulang yang menyusun kepala dan empat belas tulang yang menyusun bagian wajah. tulang tengkorak bagian kepala merupakan bingkai pelindung dari otak. Sendi yang terdapat diantara tulang-tulang tengkorak merupakan sendi mati yang disebut sutura.
2, Tulang tengkorak bagian wajah terdiri dari:
• rahang bawah --> menempel pada tulang tengkorak bagian temporal. hal tersebut merupakan satu-satunya hubungan antar tulang dengan gerakan yang lebih bebas
• Rahang bawah --> menyusun sebagian dari hidung, dan langit-langit
• palatinum (tulang langit-langit) --> menyusun sebagian dari rongga hidung dan bagian atas dari atap rongga mulut
• zigomatik --> tulang pipi
• tulang hidung
• Tulang lakrimal --> sekat tulang hidung.
3. Tulang dada
Tulang dada termasuk tulang pipih, terletak di bagian tengah dada. pada sisi kiri dan kanan tulang dada terdapat tempat lekat dari rusuk. bersama-sama dengan rusuk, tulang dada memberikan perlindungan pada jantung, paru-paru dan pembuluh darah besar dari kerusakan
Tulang dada tersusun atas 3 tulang yaitu:
• tulang hulu / manubrium. terletak di bagian atas dari tulang dada, tempat melekatknya tulang rusuk yang pertama dan kedua
• Tulang badan / gladiolus, terletak dibagian tengah, tempat melekatnya tulang rusuk ke tiga sampai ke tujuh, gabungan tulang rusuk ke delapan sampai sepuluh.
• Tulang taju pedang / xiphoid process, terletak di bagian bawah dari tulang dada. Tulang ini terbentuk dari tulang rawan.
4. Tulang rusuk
Tulang rusuk berbentuk tipis, pipih dan melengkung. bersama-sama dengan tulang dada membentuk rongga dada untuk melindungi jantung dan paru-paru. Tulang rusuk dibedakan atas tiga bagian yaitu:
• Tulang rusuk sejati berjumlah tujuh pasang. Tulang-tulang rusuk ini pada bagian belakang berhubungan dengan ruas-ruas tulang belakang sedangkan ujung depannya berhubungan dengan tulang dada dengan perantaraan tulang rawan
• Tulang rusuk palsu berjumlah 3 pasang. Tulang rusuk ini memiliki ukuran lebih pendek dibandingkan tulang rusuk sejati. Pada bagian belakang berhubungan dengan ruas-ruas tulang belakang sedangkan ketiga ujung tulang bagian depan disatukan oleh tulang rawan yang melekatkannya pada satu titik di tulang dada
• Rusuk melayang berjumlah 2 pasang. Tulang rusuk ini pada ujung belakang berhubungan dengan ruas-ruas tulang belakang, sedangkan ujung depannya bebas.
Tulang rusuk memiliki beberapa fungsi diantaranya:
a). melindungi jantung dan paru-paru dari goncangan.
b). melindungi lambung, limpa dan ginjal, dan
c). membantu pernapasan.
5. Ruas-ruas tulang belakang
Ruas-ruas tulang belakang disebut juga tulang belakang disusun oleh 33 buah tulang dengan bentuk tidak beraturan. ke 33 buah tulang tersebut terbagai atas 5 bagian yaitu:
• tujuh ruas pertama disebut tulang leher. ruas pertama dari tulang leher disebut tulang atlas, dan ruas kedua berupa tulang pemutar atau poros. bentuk dari tulang atlas memungkinkan kepala untuk melakukan gerakan.
• Dua belas ruas berikutnya membentuk tulang punggung. Ruas-ruas tulang punggung pada bagian kiri dan kanannya merupakan tempat melekatnya tulang rusuk.
• Lima ruas berikutnya merupakan tulang pinggang. Ukuran tulang pinggang lebih besar dibandingkan tulang punggung. Ruas-ruas tulang pinggang menahan sebagian besar berat tubuh dan banyak melekat otot-otot.
• Lima ruas tulang kelangkangan (sacrum), yang menyatu, berbentuk segitiga terletak dibawah ruas-ruas tulang pinggang.
• bagian bawah dari ruas-ruas tulang belakang disebut tulang ekor (coccyx), tersusun atas 3 sampai dengan 5 ruas tulang belakang yang menyatu.
Ruas-ruas tulang belakang berfungsi untuk menegakkan badan dan menjaga keseimbangan. menyokong kepala dan tangan, dan tempat melekatnya otot, rusuk dan beberapa organ.
B .Skeleton apendikular
Tersusun atas tulang tulang yang merupakan tambahan dari skeleton axial. Skeleton axial terdiri dari :
• Anggota gerak atas
• anggota gerak bawah
• gelang bahu
• gelang panggung
• bagian akhir dari ruas-ruas tulang belakang seperti sakrum dan tulang coccyx
1. Tulang anggota gerak atas (extremitas superior)
Tulang penyusun anggota gerak atas tersusun atas:
1. Humerus / tulang lengan atas. Termasuk kelompok tulang panjang /pipa, ujung atasnya besar, halus, dan dikelilingi oleh tulang belikat. pada bagian bawah memiliki dua lekukan merupakan tempat melekatnya tulang radius dan ulna
2. Radius dan ulna / pengumpil dan hasta. Tulang ulna berukuran lebih besar dibandingkan radius, dan melekat dengan kuat di humerus. Tulang radius memiliki kontribusi yang besar untuk gerakan lengan bawah dibandingkan ulna.
3. karpal / pergelangan tangan. tersusun atas 8 buah tulang yang saling dihubungkan oleh ligamen
4. metakarpal / telapak tangan. Tersusun atas lima buah tangan. Pada bagian atas berhubungan dengan tulang pergelangan tangan, sedangkan bagian bawah berhubungan dengan tulang-tulang jari (palanges)
5. Palanges (tulang jari-jari). tersusun atas 14 buah tulang. Setiap jari tersusun atas tiga buah tulang, kecuali ibu jari yang hanya tersusun atas 2 buah tulang.
2. Tulang anggota gerak bawah (ekstremitas inferior)
Tulang anggota gerak bawah disusun oleh tulang:
1. Femur / tulang paha. Termasuk kelompok tulang panjang, terletak mulai dari gelang panggul sampai ke lutut.
2. Tibia dan fibula / tulang kering dan tulang betis. Bagian pangkal berhubungan dengan lutut bagian ujung berhubungan dengan pergelangan kaki. Ukuran tulang kering lebih besar dinandingkan tulang betis karena berfungsi untuk menahan beban atau berat tubuh. Tulang betis merupakan tempat melekatnya beberapa otot
3. Patela / tempurung lutut. terletak antara femur dengan tibia, bentuk segitiga. patela berfungsi melindungi sendi lutut, dan memberikan kekuatan pada tendon yang membentuk lutut
4. Tarsal / Tulang pergelangan kaki. Termasuk tulang pendek, dan tersusun atas 8 tulang dengan salah satunya adalah tulang tumit.
5. Metatarsal / Tulang telapak kaki. Tersusun atas 5 buah tulang yang tersesun mendatar.
6. Palanges / tulang jari-jari tangan. Setiap jari tersusun atas 3 tulang kecuali tulang ibu jari atas 14 tulang.
3. Tulang gelang bahu (klavikula dan scapula / belikat dan selangka)
Tulang selangka berbentuk seperti huruf "S", berhubungan dengan tulang lengan atas (humerus) untuk membentuk persendian yang menghasilkan gerakan lebih bebas, ujung yang satu berhubungan dengan tulang dada sedangkan ujung lainnya berhubungan dengan tulang belikat.
Tulang belikat (skapula) berukuran besar, bentuk segitiga dan pipih, terletak pada bagian belakang dari tulang rusuk. Fungsi utama dari gelang bahu adalah tempat melekatnya sejumlah otot yang memungkinkan terjadinya gerakan pada sendi.
4. Gelang panggul
Tulang gelang panggul terdiri atas dua buah tulang pinggung. Pada anak anak tulang pinggul ini terpisah terdiri atas tiga buah tulang yaitu illium (bagian atas), tulang ischiun (bagian bawah) dan tulang pubis (bagian tengah). Dibagian belakang dari gelang panggul terdapat tulang sakrum yang merupakan bagian dari ruas-ruas tulang belakang. Pada bagian depan terdapat simfisis pubis merupakan jaringan ikat yang menghubungkan kedua tulang pubis. Fungsi gelang panggung terutama untuk mendukung berat badan bersama-sama dengan ruas tulang belakang. melindungi dan mendukung organ-organ bawah, seperti kandung kemih, organ reproduksi, dan sebagai tempat tumbuh kembangnya janin.
Secara umum fungsi sistem rangka adalah membentuk kerangka yang kaku dengan jaringan-jaringan dan organ-organ yang melekat padanya. Sistem rangka melindungi organ-organ vital seperti otak yang dilindungi oleh tulang tengkorak, paru-paru dan jantung dilindungi oleh tulang dada dan tulang rusuk. Gerakan tubuh terbentuk dari kerjasama antara sistem rangka dengan otot, oleh sebab itu keduanya sering dikelompokkan menjadi satu nama yaitu sistem musculo-skeletal. rangka merupakan tempat melekatnya otot melalui perantaraan tendon. Antara tulang yang satu dengan tulang yang lain dikaitkan dengan perantaraan ligamen
STRUKTUR OTOT DAN KERJA OTO T
Struktur otot lurik adalah sebagai berikut :
1. Empal otot atau ventrikel otot dengan membran pembungkusnya disebut fasia superfasialis tersusun atas banyak berkas otot
2. Berkas otot dengan membran pembungkusnya disebut fasia propria tersusun atas banyak serabut otot atau serat otot atau sel otot
3. Serat otot atau sel otot tersusun atas banyak miofibril
Struktur Sel Otot
Bagian-bagian sel otot adalah :
1. Sarkolema, merupakan membran plasma sel otot
2. Sarkoplasma, merupakan sitoplasma sel otot
3. Retikulum sarkoplasma, merupakan retikulum endoplasma sel otot
4. Nukleus, jumlahnya banyak dan terletak di sepanjang tepi sel otot
Sarkolemma
• Sarkolemma adalah selaput pembungkus otot yang tersusun ganda (double membrane), yakni selaput luar ( 40 angstrom) Ruang antara ( 20 angstrom ) dan Selaput dalam (setebal 40 Angstrom)
• Selaput luar mirip membrane basal epitel yang dibalut serabut retikuler. Selaput dalam (plasmalemma) terdiri dari dua lapis protein yang ditengahnya diisi lemak (lipid).
• Secara umum sarkolema bersifat transparan, kenyal dan resisten terhadap asam dan alkali.
• Serabut-serabut otot kerangka yang bergabung membentuk berkas serabut otot primer disebut fasikulus, yang dibalut oleh jaringan ikat kolagen pekat (endomisium).
• Ada 5 sel utama yang dijumpai dalam fasikulus yaitu: serabut otot, sel endotel, perisit, fibroblast dan miosatelit.
Sarkoplasma adalah sitoplasma Otot
• Sarkoplasma (Cytoplasmic matrix) mengandung: Organoida, a.l.: mitokondria (sarcosomes) - ribosom- Apparatus golgi - myofibril -Endoplasmik retikulum
• Selain itu terdapat pula enzim sitokrom oksidatif. Mitokondria terdapat berbatasan dengan sarkolema dan dekat inti di antara myofibril.
• Sarkoplasmik retikulum bersifat agranuler (Smooth ER.), karena ribosom pada otot kerangka terdapat bebas dari matriks. Sisterna pada sarkolasmik retikulum terjalin pararel dengan myofibril, yang pada interval tertentu membentuk pertemuan dengan jalinan transversal, disebut triade.
• Penelitian pada otot salamander (Amblistoma punctatum) , triade ini terdapat mengitari garis Z (Zwischenschreibe). Pada hewan lain dan manusia tiap sarkomer memiliki dua triade di daerah pertemuan garis A (anisotrop) dan garis I (isotrop). Organoida ini berfungsi menyalurkan impuls dari permukaan otot kerangka ke dalam serabut yang lebih dalam letaknya.
Struktur Miofibril
Muifibril tersusun atas banyak miofilamen. Miofilamen tersusun atas filamen tipis dan filamen tebal.
1. Filamen tipis tersusun atas tiga protein yaitu aktin, tropomiosin dan troponin. Aktin merupakan protein struktural utam penyusun filamen tipus yang terdiri dari dua untai helix (spiral). Molekul aktin memiliki tempat aktif untuk berikatan dengan jembatan silang miosin. Tropomiosin merupakan protein berbentuk seperti benang yang terletak di sepanjang untai heliks aktin dan menutupi tempat-tempat aktif aktin yang berikatan dengan jembatan silang. Troponin merupakan kompleks protein yang terdiri atas tiga protein yaitu troponin I (mengikat aktin), troponin T (mengikat tropomiosin) dan troponin C mengikat ion kalsium (Ca2+)
2. Filamen tebal terdiri dari benang-benang protein miosin. Setiap filamen miosin membentuk sebuah kepala yang menonjol di salah satu ujung. Satu susunan filamen miosin memiliki memiliki kepala-kepala yang menonjol di berbagai tempat di kedua ujung. Kepala-kepala molekul miosin membentuk jembatan silang. Setiap setiap jembatan silang memiliki memiliki dua tempat penting yaitu tempat mengikat aktin dan temat enzim ATPase miosin.
• Di dalam sebuah miofibril, filamen aktin dan miosin sejajar dan tersusun berdampingan.
• Filamen aktin dan miosin saling tumpang tindih tersusun menurut pola tertentu sehingga menghasilkan pandangan garis-garis seran lintang.
• Masing-masig satuan pola berulang yang disebut daerah sarkomer dan setiap sarkomer dipisahkan oleh dua garis Z. Sarkomer merupakan unit fungsional otot ragka karena mampu berkontraksi.
• Garis Z merupakan tempat menempelnya filamen-filamen ak tin.
• Filamen-filamen miosin dengan kepalanya yang menonjol terletak diantara filamen aktin, tidak menempel pada garis Z.
• Daerah terang disebut pita I (isotrop), hanya memiliki filamen tipis (filamen aktin), daerah gelap disebut pita A (anisotrop) memiliki filamen tipis dan tebal (miosin).
• Pita I dibagi dua oleh garis Z dan pita A dibagi dua oleh zona H. Pada zona H hanya terdapat filamen tebal (miosin).
untuk lebih jelas uraian ini perhatikan
• Sekali lagi dengan mikroskop cahaya myofibril tampak memiliki
1. bagian cerah (cakram I)
2. bagian gelap (caktam A),
• Bila menggunakan pewarnaan hematoksilin besi (Heidenheia). Inilah yang memberikan aspek bergaris melintang baik pada otot kerangka maupun otot jantung. Garis melintang ini dapat diamati pada:
1. Otot kerangka yang masih hidup
2. Otot segar tanpa menggunakan pewarnaan
3. Otot setelah mengalami fiksasi dan di warnai
• Pada satu serabut otot kerangka terdapat ribuan myofibril, sedangkan tiap myofibril memiliki ratusan myofilamen yang bersifat submikroskopis.
Myofilamen terdiri dari 2 macam yaitu:
1. Filament Miosin
• Sering disebut filament kasar (coarse filaments), berdiameter 100 Angstrom dan panjangnya 1,5 µ. Filamen ini membentuk daerah A atau cakram A.
• Filamen ini tersusun pararel dan berenang bebas dalam matriks.
• Bagian tengah agak tebal dari bagian tepi. Fungsi dari myosin adalah sebagai enzim katalisator yang berperanan memecah ATP menjadi ADP + energi, dan energi ini digunakan untuk kontraksi.
2. Filamen Aktin
• Panjangnya 1µ dan diameternya 50 Angstrom, terpancang antara 2 garis Z.
• Bagian tengahnya langsing dan elastis.
• Filamen ini membentuk cakram I, meskipun sebagian masuk ke dalam cakram A.
• Aktin dan myosin tersusun sejajar dengan sumbu memanjang serabut otot skelet.
• Pada sediaan histologi yang baik selain cakram I dan A, tampak pula garis Z dan H bahkan garis M. dan Garis Z (Zwischenschreibe) atau intermediate disc: yang Berupa garis tipis dan gelap yang membagi cakram I sama rata.
• Daerah antara 2 garis Z disebut “sarkomer” yang panjangnya sekitar 1,5µ.
Garis H (Helleschreibe):
Terdapat dalam cakram A. Merupakan bagian agak cerah di kanan-kiri garis M, yang bebas dari unsur aktin.
Garis M (Mittelschreibe):
Terdapat di tengah-tengah cakram A, suatu garis yang disusun oleh bagian tengah filamen myosin yang menebal.
Jadi dalam 1 sarkomer terdapat garis-garis Z-I-A-H-M-H-A-I-Z (tepatnya interval antara 2 garis Z, 1 pita A, dan ½ dari 2 garis I). OK



Gambar serat otot lurik
Mekanisme kerja otot rangka
Metode pergeseran filamen dijelaskan melalui mekanisme kontraksi pencampuran aktin dan miosin membentuk kompleks akto-miosin yang dipengaruhi oleh ATP. Miosin merupakan produk, dan proses tersebut mempunyai ikatan dengan ATP. Selanjutnya ATP yang terikat dengan miosin terhidrolisis membentuk kompleks miosin ADP-Pi dan akan berikatan dengan aktin. Selanjutnya tahap relaksasi konformasional kompleks aktin, miosin, ADP-pi secara bertahap melepaskan ikatan dengan Pi dan ADP, proses terkait dan terlepasnya aktin menghasilkan gaya fektorial.
Otot akan berkontraksi jika mendapatl rangsangan motorik dari pusat motorik (otak ). Antara otot dan saraf otot dan saraf akan membentuk sambungan yang disebut sinapsis neuromuskulus dimana ujung saraf motorik melekat pada serabut otot. Langkah-langkah kontraksi otot :
1. Jika rangsang sampai pada ujung saraf motorik, maka ujung saraf motorik akan melepaskan neurotransmiter (pemindah rangsang ke sel berikutnya) yang berupa asetil kolin keserabut otot melalui celah sinapsis
2. Asetilkolin menyebabkan retikulum sarkoplasma melepaskan ion Ca2+ masuk kedalam sarkoplasma otot
3 Ion Ca2+ yang dilepaskan di ikat oleh unit troponin C yang menyebabkan kompleks troponin-miosin secara fisik bergeser kesamping, membuka tempat pengikatan jembatan silang aktin.
4. Dengan terbentuknya tempat pengikatn jembatan silang aktin menyebabkan terbentuknya jembatan silang antara kepala miosin dan filamen aktin dan menyebabkan serabut otot menjadi lebih pendek (zona Z dan H menjadi pendek dan juga sarkomer menjadi lebih pendek) dan otot berkontraksi.
Untuk berkontraksi ini otot memerlukan energi yang berasal dari ATP dan kreatin pospat. Pada saat kontraksi ATP terurai menjadi ADP+posfat+energi dan ADP menjadi AMP+posfat +energi. Pemecahan zat tersebut dalam keadaan anaerob. Energi pembentukan ATP berasal dari pemecahan glikogen atau gula yang dilarutkan menjadi laktasidogen yang kemudian dipecah menjadi asam laktat dan glukosa secara aerob.
Langkah relaksasi otot:
1. Tidak adanya ion kalsium di dalam sarkoplasma. Ion Ca2+ dibebaskan oleh unit troponin C. Ion Ca2+ dipompa kembali kedalam retikulum sarkoplasma dengan transporatktif
2. Komplek troponin-tropomiosin bergeser kembali keposisinya menutupi tempat pengikatan jembatan silang aktin sehingga aktin dan miosin tidak lagi berikatan di jembatan silang
3. Filamen tipis bergeser kembali keposisi istirahat dan terjadi proses relaksasi.
Penimbunan asam laktat (hasil pemecahan asam piruvat dalam keadaan anaerob) dalam otot menyebabkan kelelahan dan pegal linu, dan jika otot tidak mampu berkontraksi lagi maka akan terjadi kejang otot atau kram. Gangguan pada otot antara lain, tetanus (akibat racun Clostrodium tetani) , kram, dl
Berdasarkan cara kerjanya, otot dibedakan menjadi dua sebagai berikut.
• Otot sinergis, yaitu otot yang saling menduung. Contoh: otot bisep dan otot lengan bawah (pronator) yang terdiri otot pronator kuadratus dan otot pronator teres. Ketiga otot ini sama-sama berkontraksi ke satu arah sehingga lengan bawah dapat diigerakkan memutar.
• Otot antagonis, yaitu otot yang bekerja secara berlawanan. Contoh: mekanisme kerja otot bisep dan trisep dapat membengkokkan dan meluruskan siku

KLASIFIKASI OTOT
1. Menurut bentuk dan serabutnya
2. Menurut jumlah kepalanya
3. Menurut Pekerjaannya
4. Menurut Letaknya otot ditubuh
Menurut bentuk dan serabutnya
1. otot serabut sejajar atau bentuk kumparan
2. otot bentuk kipas, otot bersirip dan otot melingkar/sfingter
Menurut jumlah kepalanya
1. otot berkepala dua (Bisep)
2. otot berkepala tiga/triseps
3. otot berkepala empat/quadriseps
3. Menurut pekerjaannya, meliputi:
1. Otot sinergis, otot bekerja bersama-sama
2. Otot antagonis, yaitu otot yang bekerjanya berlawanan
• Otot abduktor, yaitu otot yang menggerakkan anggota menjauhi tubuh
• Otot abduktor, yaitu otot yang menggerakkan anggota mendekati tubuh
• Otot fleksor, yaitu otot yang membengkokkan sendi tulang atau melipat sendi
• Otot ekstensor, otot yang meluruskan kembali sendi tulang kedudukan semula
• Otot pronator, ketika ulna dan radial dalam keadaan sejajar
• Otot suponator, ulna dan radial dalam keadaan menyilang
• Endorotasi, memutar ke dalam
• Eksorotasi, memutar ke luar
• Dilatasi, memanjangkan otot
• Kontraksi, memendekkan otot
Menurut letaknya otot-otot tubuh dibagi dalam beberapa golongan yaitu:
1. Otot bagian kepala
2. Otot bagian leher
3. Otot bagian dada
4. Otot bagian perut
5. Otot bagain punggung
6. Otot bahu dan lengan
7. Otot panggul
8. Otot anggota gerak bawah







Otot Kepala


Otot bagian ini dibagi menjadi 5 bagian:

Otot pundak kepala, funsinya sebagian kecil membentuk gales aponeurotika disebut juga muskulus oksipitifrontalis, dibagi menajdi 2 baigan:
1. Muskulus frontalis, funsinya mengerutkan dahi dan menarik dahi mata
2. Oksipitalis terletak di bagian belakang, fungsinya menarik kulit ke belakang
Otot wajah terbagi atas:
a. Otot mata (muskulus rektus okuli
b. otot bola mata terdiri dari otot otot
1. Muskulus oblikus okuli/otot bola mata sebanyak 2 buah, fungsinya memutar mata
2. Muskulus orbikularis okuli/otot lingkar mata terdapat di sekliling mata, funsinya sebagai penutup mata atau otot sfingter mata
3. Muskulus levator palpebra superior terdapat pada kelopak mata. Fungsinya menarik, mengangkat kelopak mata atas pada waktu membuka mata
c. Otot mulut bibir dan pipi, terbagi atas:
1. Muskulus triangularis dan muskulus orbikularis oris/otot sudut mulut, fungsinya menarik sudut mulut ke bawah
2. Muskulus quadratus labii superior, otot bibir atas mempunyai origo penggir lekuk mata menuju bibir atas dan hidung
3. Muskulus quadratus labii inferior, terdapat pada dagu merupakan kelanjutan pada otot leher. Fungsinya menarik bibir ke bawah atau membentuk mimik muka ke bawah
4. Muskulus buksinator, membentuk dinding samping rongga mulut. Origo pada taju mandibula dan insersi muskulus orbikularis oris. Fungsinya untuk menahan makanan waktu mengunyah.
5. Muskulus zigomatikus/otot pipi, fungsinya untuk mengangkat dagu mulut ke atas waktu senyum.
d. Otot pengunyah/otot yang bekerja waktu mengunyah, teerbagi atas:
1. Muskulus maseter, fungsinya mengangkat rahang bawah pada waktu mulut terbuka
2. Muskulus temporalis fungsinya menarik rahang bawah ke atas dan ke belakang
3. Muskulus pterigoid internus dan eksternus, fungsinya menarik rahang bawah ke depan

e. . Otot lidah sangat berguna dalam membantu pancaindra untuk menunyah, terbagi atas:
1. Muskulus genioglosus, fungsinya mendorong lidah ke depan
2. Muskulus stiloglosus, fungsinya menarik lidah ke atas dan ke belakang
f. Otot Leher
Bagian otot ini dibagi menjadi 3 bagian:
1. Muskulus platisma, terdapat di samping leher menutupi sampai bagian dada. Fungsinya menekan mandibula, menarik bibir ke bawah dan mengerutkan kulit bibir.
2. Muskulus sternokleidomastoid di samping kiri kanan leher ada suatu tendo sangat kuat. Fungsinya menarik kepala ke samping, ke kiri, dan ke kanan, memutar kepala dan kalau keduanya bekerja sama merupakan fleksi kepala ke depan disamping itu sebagai alat bantu pernapasan..
3. Muskulus longisimus kapitis, terdiri dari splenius dan semispinalis kapitis. Ketiga otot ini terdapat di belakang leher, terbentang dari belakang kepala ke prosesus spinalis korakoid. Fungsinya untuk menarik kepala belakang dan menggelengkan kepala.
Otot Bahu

Otot bahu hanya meliputi sebuah sendi saja dan membungkus tulang pangkal lengan dan tulang belikat akromion yang teraba dari luar.
1. M. deltoid (otot segitiga), otot ini membentuk lengkung bahu dan berpangkal di bagian sisi tulang selangka ujung bahu, balung tulang belikat dan diafise tulang pangkal lengan. Di antara otot ini dan taju besar tulang pangkal lengan terdapat kandung lendir. Fungsinya mengangkat lengan sampai mendatar.
2. M. subskapularis (otot depan tulang belikat) Otot ini mulai dari bagian depan tulang belikat, menuju taju kecil tulang pangkal lengan, di bawah uratnya terdapat kandung lendir. Fungsinya menengahkan dan memutar tulang humerus ke dalam.
3. M. supraspinatus (otot atas balung tualang belikat). Otot ini berpangkal di lekuk sebelah atas menuju ke taju besar tulang pangkal lengan. Fungsinya mengangkat lengan.
4. M. infraspinatus (otot bawah balung tulang belikat). Otot ini berpangkal di lekuk sebelah bawah balung tulang belikat dan menuju ke taju besar tulang pangkal lengan. Fungsinya memutar lengan ke luar.
5. M. teres mayor (ototo lengan bulat besar). Otot ini berpangkal di siku bawah tulang belikat dan menuju ke taju kecil tulang pangkal lengan. Di antara otot lengan bulat kecil dan otot lengan bulat besar terdapat kepala yang panjang dari muskulus triseps brakii. Fungsinya bisa memutar lengan ke dalam.
6. M. teres minor (otot lengan belikat kecil). Otot ini berpangakal di siku sebelah luar tulang belikat dan menuju ke taju besar tulang ke pangkal lengan. Fungsinya memutar lengan ke luar.
Otot Dada


Terdiri atas:
1. Otot dada besar (muskulus pektoralis mayor). Pangkalnya terdapat di ujung tengah selangka, tulang dada dan rawan iga. Fungsinya dapat memutar lengan ke dalam dan menengahkan lengan, menarik lengan melalui dada, merapatkan lengan ke dalam.
2. Otot dada kecil (muskulus pektoralis minor). Terdapat di bawah otot dada besar, berpangkal di iga III, IV dan V menuju ke prosesus korakoid. Fungsinya menaikkan tulang belikat dan menekan bahu.
3. Otot bawah selangka (muskulus subklavikula). Terdapat di antara tulang selangka dan ujung iga I, bagian dada atas sebelah bawah os klavikula. Fungsinya menetapkan tulang selangka di sendi sebelah tulang dada dan menekan sendi bahu ke bawah dan ke depan.
4. Otot gergaji depan(muskulus seratus anterior). Berpangkal di iga I sampai IX dan menuju ke sisi tengah tulang belikat, tetapi yang terbanyak menuju ke bawah.
5. Otot dada sejati yaitu otot-otot sela iga luar dan otot-otot sela iga dalam. Fungsinya mengangkat dan menurunkan iga waktu bernapas.
Otot dada bagian dalam disebut juga otot dada sejati, yaitu otot dada yang membantu pernapasan terdiri dari:
1. Muskulus interkostalis eksternal dan internal terdapat di antara tulang-tulang iga. Fungsinya mengangkat dan menurunkan tulang iga ke atas dan ke bawah pada waktu bernapas.
2. Muskulus diaragmatikus, merupakan alat istimewa yang di tengahnya mempunayi aponeurosis yang disebut sentrum tendineum. Bentuknya melengkung ke atas mengahadap ke rongga toraks, mempunyai lobang tempat lalu aorta vena kava dan esofagus. Fungsinya menjadi batas antara rongga dada dan rongga perut. Kontraksi dan relaksinya memperkecil serta memperbesar rongga dada waktu bernapas.
Otot Perut
Terdiri atas:
1. Muskulus abdominis internal (dinding perut). Garis di tengah dinding perut dinamakan linea alba, otot sebelah luar (muskulus abdominis eksternal). Otot yang tebal dinamakan aponeurosis, membentuk kandung otot yang terdapat di sebelah kiri dan kanan linea itu.
2. Lapisan sebelah luar sekali dibentuk otot miring luar (muskulus obliqus eskternus abdominis). Berpangkal pada igaV sampai iga yang bawah sekali. Serabut ototnya yang sebelah belakang menuju ke tepi tulang panggul (kristailiaka). Serabut yang depan menuju linea alba. Serabut yang tengah membentuk ikat yang terbentang dari spina iliaka anterior superior ke simfisis.
3. Lapisan kedua di bawah otot dibentuk oleh otot perut dalam(M. obliqus internus abdominis). Serabut miring menuju ke atas dan ke tengah. Aponeurosis terbagi 2 dan ikut membentuk kandung otot perut lurus sebelah depan dan belakang muskulus rektus abdominis, otot perut lurus mulai dari pedang rawan iga III di bawah dan menuju ke simfisi. Otot ini mempunyai 4 buah urat melintang.
4. Muskulus transversus abdominis, merupakan xifoid menuju artikule ke kosta III terus ke simfisis. Otot ini membentuk 4 buah urat yang bentuknya melintang dibungkus oleh muskulus rektus abdominis dan otot vagina.
Otot yang masuk ke dalam formasi bagian bawah dinding perut atau dinding abdominal posterior :
1. Muskulus psoas, terletak di belakang diafragma bagain bawah mediastinum, berhubungan dengan quadratus lumborum di dalamnya terdapt arteri, vena dan kelenjar limfe
2. Muskulus iliakus terdapat pada sisi tulang ilium, sebelah belakang berfungsi menopang sekum, dan sebelah depan menyentuh kolon desendens
Otot Punggung


Otot punggung (bagian belakang tubuh), otot ini dibagi menjadi 3 bagian:
1. Otot yang ikut menggerakkan lengan , Trapezius (otot kerudung). Terdapat di semua ruas-ruas tulang punggung. Berpangkal di tulang kepala belakang. Fungsinya: mengangkat dan menarik sendi bahu. Bagian atas menarik skapula ke bagian medial dan yang bawah menarik ke bagian lateral.
2. Muskulus latisimus dorsi (otot pungung lebar), berpangkal pada ruas tulang punggung yang kelima dari bawah fasia lumboid, tepi tulang punggung dan iga III di bawah, gunanya menutupi ketiak bagian belakang, menengahkan dan memutar tulang pangkal lengan ke dalam.
3. Muskulus rumboid (otot belah ketupat), berpangkal dari taju duri, dari tulang leher V, ruas tulang punggung V, di sisni menuju ke pinggir tengah tulang belikat. Gunanya menggerakkan tulang belikat ke atas dan ke tengah.
Otot antara ruas tulang belakang dan iga
Otot yang bekerja menggerakkan tulang iga atau otot bantu pernapasan, terdir dari dua otot yaitu:
1. Muskulus seratus posterior inferior (otot gergaji belakang bawah). Terletak di bawah otot pungung lebar, berpangkal di fasia lumbodorsalis dan menuju ke iga V dari bawah. Gunanya menarik tulang iga ke bawah pada waktu bernapas.
2. Muskulus seratus posterior superior, terletak di bawah otot belah ketupat dan berpangkal di ruas tulang leher keenam dan ketujuh dari ruas tulang punggung yang kedua. Gunanya menarik tulang iga ke atas waktu inspirasi.
Otot punggung sejati
1. Muskulus interspinalis transversi dan muskulus semispinalis, terdapat di antara kiri-kanan prosesus transversus dan prosesus spina. Fungsinya untuk sikap dan pergerakan tulang belakang.
2. Muskulus sakrospinalis (muskulus eraktor spina) terletak di samping ruas tulang belakang kiri dan kanan. Fungsinya memelihara dan menjaga kedudukan kolumna vertebra dan pergerakan dari ruas tulang belakang
3. Mukulus quadratus lumborum, terletak antara krista iliaka dan os kosta, terdiri dari 2 lapisan; fleksi dari vertebra lumbalis dan di samping itu juga merupakan dinding bagian belakang rongga perut.
Otot pangkal lengan atas
a. Otot-otot membengkokkan (fleksor):
Muskulus biseps
• Otot ini meliputi 2 buah sendi
• mempunyai 2 buah kepala (kaput).
• Kepala yang panjang melekat di dalam sendi bahu,
• kepala yang pendek melekatnya di sebelah luar dan yang kedua di sebelah dalam.
• Otot itu ke bawah menuju ke tulang pengumpil.
• Di bawah uratnya terdapat kandung lendir.
• Fungsinya membengkokkan lengan bawah siku, meratakan hasta dan mengangkat lengan.
Muskulus brakialis (otot lengan dalam).
• Otot ini berpangkal di bawah otot segitiga di tulang pangkal lengan
• otot menuju taju di pangkal tulang hasta.
• Fungsinya membengkokkan lengan bawah siku.
Muskulus korakobrakialis.
• Otot ni berpangkal di prosesus korakoid
• otot menuju ke tulang pangkal lengan.
• Fungsinya mengangkat lengan.
b. Otot-otot meluruskan (ekstensor):

Muskulus triseps
• mempunyai 3 buah kepala (kaput).
• Kepala luar berpangkal di sebelah belakang tulang pangkal lengan dan menuju ke bawah kemudian bersatu dengan yang lain.
• Kepala dalam dimulai di sebelah dalam tulang pangkal lengan.
• Kepala panjang dimulai pada tulang di bawah sendi dan ketiganya mempunyai sebuah urat yang melekat di olekrani
• berperan berlawanan dengan otot bisep yaitu untuk meluruskan siku
Otot otot selain sebagai fleksi dan ekstensi juga ada yang melakukan yang lain misalnya
• Otot yang bekerja memutar radialis (pronator dan supinator) terdiri dari: muskulus pronator teres equadratus, fungsinya pronasi tangan; muskulus spinator brevis, fungsinya supinasi tangan
• Otot-otot di sebelah tulang pengumpil, berfungsi membengkokkan lengan di siku, membengkokkan tangan ke arah tulang pengumpil atau tulang hasta.
Otot-otot sekitar panggul

Otot ini berasal dari tulang panggul atau kolumna vertebralis menuju ke pangkal paha.
1. Sebelah depan bagian dalam dari panggul terdapat:
• Muskulus psoas mayor, terbentang dari prosesus transversi lumbalis menuju trokanter minor dan iliakus
• Muskulus iliakus, berasal dari fosa iliaka menuju trokanter minor
• Muskulus psoas minor, yang terletak di muka psoas mayor.
• Ketiga otot ini disebut juga otot iliopsoas,
• fungsinya mengangkat dan memutar tungkai ke bagian luar

2. Sebelah belakang bagian luar terdapat:
• Muskulus gluteus maksmius merupakan otot yang terbesar yang terdapat di sebelah luar panggul membentuk bokong.
• Fungsinya, antagonis dari iliopsoas yaitu rotasi fleksi dan endorotasi femu

Otot-otot tungkai atas
Otot tungkai atas (otot pada paha), mempunyai selaput pembungkus yang sangat kuat dan disebut fasia lata yang dibagi atas 3 golongan yaitu:
1. Otot abduktor terdiri dari:
• Muskulus abduktor maldanus sebelah dalam
• Muskulus adduktor brevis sebelah tengah
• Muskulus abduktor longus sebelah luar
• Ketiga otot ini menjadi satu yang disebut muskulus abduktor femoralis.
• Fungsinya menyelenggarkan gerakan abduksi dari femur.

2. Muskulus ekstensor (quadriseps femoris) otot berkepala empat. Otot ini merupakan otot yang terbesar terdiri dari:
• Muskulus rektus femoris
• Muskulus vastus lateralis eksternal
• Muskulus vastus medialis internal
• Muskulus vastus intermedial
Otot fleksor femoris, yang terdapat di bagian belakang paha terdiri dari:
• Biseps femoris, otot berkepala dua. Fungsinya membengkokkan paha dan meluruskan tungkai bawah.
• Muskulus semi membranosus, otot seperti selaput. Fungsinya membengkokkan tungkai bawah.
• Muskulus semi tendinosus, otot seprti urat. Fungsinya membengkokkan urat bawah serta memutarkan ke dalam.
• Muskulus sartorius, otot penjahit. Bentuknya panjang seperti pita, terdapat di bagain paha.
• Fungsi: eksorotasi femur memutar ke luar pada waktu lutut mengetul, serta membantu gerakan fleksi femur dan membengkokkan ke luar.
Otot tungkai bawah
Terdiri dari:
• Otot tulang kering depan muskulus tibialis anterior. Fungsinya mengangkat pinggir kaki sebelah tengah dan membengkokkan kaki.
• Muskulus ekstensor talangus longus. Fungsinya meluruskan jari telunjuk ke tengah jari, jari manis dan kelingking kaki.
• Otot kedang jempol, fungsinya dapat meluruskan ibu jari kaki. Urat-urat tersebut dipaut oleh ikat melintang dan ikat silang sehingga otot itu bisa membengkokkan kaki ke atas.
• Otot-otot yang terdapat di belakang mata kaki luar dipaut oleh ikat silang dan ikat melintang. Fungsinya dapat mengangkat kaki sebelah luar.
4. Urat akiles (tendo achlilles).
• Fungsinya meluruskan kaki di sendi tumit dan membengkokkan tungkai bawah lutut (muskulus popliteus).
Otot Rangka

Otot rangka bekerja secara volunter (secara sadar atas perintah dari otak), bergaris melintang, bercorak dan berinti banyak di bagian perifer. Secara anatomis terdiri dari jaringan konektif dan sel kontraktil.




Fungsi Otot Rangka

1. Menghasilkan gerakan rangka tubuh.
2. Mempertahankan sikap & posisi tubuh.
3. Menyokong jaringan lunak.
4. Menunjukkan pintu masuk & keluar saluran dalam sistem tubuh.
5. Mempertahankan suhu tubuh dengan pembentukan kalor saat kontraksi.


Struktur Otot Rangka


Setiap otot dilapisi jaringan konektif yang disebut epimisium. Otot rangka disusun oleh fasikula yang merupakan berkas otot yang terdiri dari beberapa sel otot. Setiap fasikula dilapisi jaringan konektif yang disebut perimisium dan setiap sel otot dipisahkan oleh endomisium.

Organisasi otot rangka terdiri dari :

1. Otot
2. Fasikula
3. Serabut Otot
4. Miofibril
5. Miofilamen

Secara mikroskopis sel otot rangka terdiri dari :

1. Sarkolema (membran sel serabut otot)
2. Miofibril (mengandung filamen aktin dan miosin)
3. Sarkoplasma (cairan intrasel berisi kalsium, magnesium, phosfat, protein & enzim.
4. Retikulum Sarkoplasma (tempat penyimpanan kalsium)
5. Tubulus T (sistem tubulus pada serabut otot)
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Warna kuning keemasan dalam urin pernah dianggap berasal dari emas. Para ahli kimia menghabiskan banyak waktu untuk mengekstrak emas dari urin yang akhirnya justru menghasilkan white phosporous, yang ditemukan oleh ahli kimia Jerman, Hennig Brand di tahun 1669 ketika ia sedang mendistilasi urin yang difermentasikan. Pada tahun 1773, ahli kimia Perancis, Hilaire Rouelle, menemukan urea ketika ia mendidihkan urin hingga kering.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Pengertian uri??
1.2.2 Bagaimana konsep dsar pemenuhan eliminasi uri?
1.2.3 Bagaimana Anatomi Fisiologik & Hubungan Saraf pada Kandung Kemih?
1.2.4 Bagaimana Persarafan Kandung Kemih?
1.2.5 Bagaimana eliminasi?
1.2.6 Bagaimana konsep asuhan keperawatan kebutuhan dasar manusia gangguan pola eliminasi urin?
1.3 TUJUAN
1.3.1 Mengetahui Pengertian urin.
1.3.2 Mengetahui konsep dsar pemenuhan eliminasi urin.
1.3.3 Mengetahui Anatomi Fisiologik & Hubungan Saraf pada Kandung Kemih.
1.3.4 Mengetahui Persarafan Kandung Kemih.
1.3.5 Mengetahui eliminasi.
1.3.6 Mengetahui Bagaimana konsep asuhan keperawatan kebutuhan dasar manusia gangguan pola eliminasi urin.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Urin
Urin atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Namun, ada juga beberapa spesies yang menggunakan urin sebagai sarana komunikasi olfaktori. Urin disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra.

• Ureter
Merupakan struktur tubular yang memiliki panjang 25 sampai 30 cm dan berdiameter 1,25 cm pada orang dewasa.
• Kandung Kemih
Merupakan suatu organ cekung yang dapat berdistensi dan tersusun atas jaringan otot serta merupakan wadah tempat urine dan merupakan organ eskresi.
• Uretra
Urine keluar dari kandung kemih melalui uretra dan keluar dari tubuh melalui meatus uretra. Uretra pada wanita memiliki panjang sekitar 4-6,5 cm, sedangkan panjang ureter pada pria adalah 20cm.

Komposisi
Urin terdiri dari air dengan bahan terlarut berupa sisa metabolisme (seperti urea), garam terlarut, dan materi organik. Cairan dan materi pembentuk urin berasal dari darah atau cairan interstisial. Komposisi urin berubah sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang penting bagi tubuh, misal glukosa, diserap kembali ke dalam tubuh melalui molekul pembawa. Cairan yang tersisa mengandung urea dalam kadar yang tinggi dan berbagai senyawa yang berlebih atau berpotensi racun yang akan dibuang keluar tubuh. Materi yang terkandung di dalam urin dapat diketahui melalui urinalisis. Urea yang dikandung oleh urin dapat menjadi sumber nitrogen yang baik untuk tumbuhan dan dapat digunakan untuk mempercepat pembentukan kompos. Diabetes adalah suatu penyakit yang dapat dideteksi melalui urin. Urin seorang penderita diabetes akan mengandung gula yang tidak akan ditemukan dalam urin orang yang sehat.
Fungsi
Fungsi utama urin adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-obatan dari dalam tubuh.
Anggapan umum menganggap urin sebagai zat yang "kotor". Hal ini berkaitan dengan kemungkinan urin tersebut berasal dari ginjal atau saluran kencing yang terinfeksi, sehingga urinnya pun akan mengandung bakteri. Namun jika urin berasal dari ginjal dan saluran kencing yang sehat, secara medis urin sebenarnya cukup steril dan hampir bau yang dihasilkan berasal dari urea. Sehingga bisa diakatakan bahwa urin itu merupakan zat yang steril
Urin dapat menjadi penunjuk dehidrasi. Orang yang tidak menderita dehidrasi akan mengeluarkan urin yang bening seperti air. Penderita dehidrasi akan mengeluarkan urin berwarna kuning pekat atau cokelat.
Terapi urin Amaroli adalah salah satu usaha pengobatan tradisional India, Ayurveda.
Kegunaan lain
Seorang Doktor sedang bereksperimen menggunakan urin
Dukun Aztec menggunakan urin untuk membasuh luka luar sebagai pencegah infeksi dan diminum untuk meredakan sakit lambung dan usus.
Bangsa Romawi Kuno menggunakan urin sebagai pemutih pakaian.
Di Siberia, orang Kroyak meminum urin orang yang telah mengkonsumsi fly agaric (sejenis jamur beracun yang menyebabkan halusinasi bahkan kematian) atau sejenisnya untuk berkomunikasi dengan roh halus.
Dahulu di Jepang, urin dijual untuk dibuat menjadi pupuk.
Penggunaan urin sebagai obat telah dilakukan oleh banyak orang, diantara mereka adalah Mohandas Gandhi, Jim Morrison, dan Steve McQueen.

2.2 KONSEP DASAR PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI URINE
2.2.1 Miksi (berkemih)
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi.
Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu : Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua Timbul refleks saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih. Meskipun refleks miksi adalah refleks autonomik medula spinalis, refleks ini bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau batang otak.
2.2.2 Anatomi Fisiologik & Hubungan Saraf pada Kandung Kemih
Kandung kemih yang diperlihatkan pada gambar 31.1, adalah ruangan berdinding otot polos yang terdiri dari dua bagian besar : Badan (corpus), merupakan bagian utama kandung kemih dimana urin berkumpul dan Leher (kollum), merupakan lanjutan dari badan yang berbentuk corong, berjalan secara inferior dan anterior ke dalam daerah segitiga urogenital dan berhubungan dengan uretra. Bagian yang lebih rendah dari leher kandung kemih disebut uretra posterior karena hubungannya dengan uretra.
Otot polos kandung kemih disebut otot detrusor. Serat-serat ototnya meluas ke segala arah dan bila berkontraksi, dapat meningkatkan tekanan dalam kandung kemih menjadi 40 sampai 60 mmHg. Dengan demikian, kontraksi otot detrusor adalah langkah terpenting untuk mengosongkan kandung kemih. Sel-sel otot polos dari otot detrusor terangkai satu sama lain sehingga timbul aliran listrik berhambatan rendah dari satu sel otot ke sel otot lainnya. Oleh karena itu, potensial aksi dapat menyebar ke seluruh otot detrusor, dari satu sel otot ke sel otot berikutnya, sehingga terjadi kontraksi seluruh kandung kemih dengan segera.
Pada dinding posterior kandung kemih, tepat diatas bagian leher dari kandung kemih, terdapat daerah segitiga kecil yang disebut Trigonum. Bagian terendah dari apeks trigonum adalah bagaian kandung kemih yang membuka menuju leher masuk kedalam uretra posterior, dan kedua ureter memasuki kandung kemih pada sudut tertinggi trigonum. Trigonum dapat dikenali dengan melihat mukosa kandung kemih bagian lainnya, yang berlipat-lipat membentuk rugae. Masing-masing ureter, pada saat memasuki kandung kemih, berjalan secara oblique melalui otot detrusor dan kemudian melewati 1 sampai 2 cm lagi dibawah mukosa kandung kemih sebelum mengosongkan diri ke dalam kandung kemih.
Leher kandung kemih (uretra posterior) panjangnya 2 – 3 cm, dan dindingnya terdiri dari otot detrusor yang bersilangan dengan sejumlah besar jaringan elastik. Otot pada daerah ini disebut sfinter internal. Sifat tonusnya secara normal mempertahankan leher kandung kemih dan uretra posterior agar kosong dari urin dan oleh karena itu, mencegah pengosongan kandung kemih sampai tekanan pada daerah utama kandung kemih meningkat di atas ambang kritis.
Setelah uretra posterior, uretra berjalan melewati diafragma urogenital, yang mengandung lapisan otot yang disebut sfingter eksterna kandung kemih. Otot ini merupakan otot lurik yang berbeda otot pada badan dan leher kandung kemih, yang hanya terdiri dari otot polos. Otot sfingter eksterna bekerja di bawah kendali sistem saraf volunter dan dapat digunakan secara sadar untuk menahan miksi bahkan bila kendali involunter berusaha untuk mengosongkan kandung kemih.
2.2.3 Persarafan Kandung Kemih
Persarafan utama kandung kemih ialah nervus pelvikus, yang berhubungan dengan medula spinalis melalui pleksus sakralis, terutama berhubungan dengan medula spinalis segmen S-2 dan S-3. Berjalan melalui nervus pelvikus ini adalah serat saraf sensorik dan serat saraf motorik. Serat sensorik mendeteksi derajat regangan pada dinding kandung kemih. Tanda-tanda regangan dari uretra posterior bersifat sangat kuat dan terutama bertanggung jawab untuk mencetuskan refleks yang menyebabkan pengosongan kandung kemih.
Saraf motorik yang menjalar dalam nervus pelvikus adalah serat parasimpatis. Serat ini berakhir pada sel ganglion yang terletak pada dinding kandung kemih. Saraf psot ganglion pendek kemudian mempersarafi otot detrusor.
Selain nervus pelvikus, terdapat dua tipe persarafan lain yang penting untuk fungsi kandung kemih. Yang terpenting adalah serat otot lurik yang berjalan melalui nervus pudendal menuju sfingter eksternus kandung kemih. Ini adalah serat saraf somatik yang mempersarafi dan mengontrol otot lurik pada sfingter. Juga, kandung kemih menerima saraf simpatis dari rangkaian simpatis melalui nervus hipogastrikus, terutama berhubungan dengan segmen L-2 medula spinalis. Serat simpatis ini mungkin terutama merangsang pembuluh darah dan sedikit mempengaruhi kontraksi kandung kemih. Beberapa serat saraf sensorik juga berjalan melalui saraf simpatis dan mungkin penting dalam menimbulkan sensasi rasa penuh dan pada beberapa keadaan, rasa nyeri.
2.2.4 Transpor Urin dari Ginjal melalui Ureter dan masuk ke dalam Kandung Kemih
Urin yang keluar dari kandung kemih mempunyai komposisi utama yang sama dengan cairan yang keluar dari duktus koligentes, tidak ada perubahan yang berarti pada komposisi urin tersebut sejak mengalir melalui kaliks renalis dan ureter sampai kandung kemih.
Urin mengalir dari duktus koligentes masuk ke kaliks renalis, meregangkan kaliks renalis dan meningkatkan pacemakernya, yang kemudian mencetuskan kontraksi peristaltik yang menyebar ke pelvis renalis dan kemudian turun sepanjang ureter, dengan demikian mendorong urin dari pelvis renalis ke arah kandung kemih. Dinding ureter terdiri dari otot polos dan dipersarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis seperi juga neuron-neuron pada pleksus intramural dan serat saraf yang meluas diseluruh panjang ureter.
Seperti halnya otot polos pada organ viscera yang lain, kontraksi peristaltik pada ureter ditingkatkan oleh perangsangan parasimpatis dan dihambat oleh perangsangan simpatis.
Ureter memasuki kandung kemih menembus otot detrusor di daerah trigonum kandung kemih. Normalnya, ureter berjalan secara oblique sepanjang beberapa cm menembus dinding kandung kemih. Tonus normal dari otot detrusor pada dinding kandung kemih cenderung menekan ureter, dengan demikian mencegah aliran balik urin dari kandung kemih waktu tekanan di kandung kemih meningkat selama berkemih atau sewaktu terjadi kompresi kandung kemih. Setiap gelombang peristaltik yang terjadi di sepanjang ureter akan meningkatkan tekanan dalam ureter sehingga bagian yang menembus dinding kandung kemih membuka dan memberi kesempatan urin mengalir ke dalam kandung kemih.
Pada beberapa orang, panjang ureter yang menembus dinding kandung kemih kurang dari normal, sehingga kontraksi kandung kemih selama berkemih tidak selalu menimbulkan penutupan ureter secara sempurna. Akibatnya, sejumlah urin dalam kandung kemih terdorong kembali kedalam ureter, keadaan ini disebut refluks vesikoureteral. Refluks semacam ini dapat menyebabkan pembesaran ureter dan, jika parah, dapat meningkatkan tekanan di kaliks renalis dan struktur-struktur di medula renalis, mengakibatkan kerusakan daerah ini.
Sensasi rasa nyeri pada Ureter dan Refleks Ureterorenal.
Ureter dipersarafi secara sempurna oleh serat saraf nyeri. Bila ureter tersumbat (contoh : oleh batu ureter), timbul refleks konstriksi yang kuat sehubungan dengan rasa nyeri yang hebat. Impuls rasa nyeri juga menyebabkan refleks simpatis kembali ke ginjal untuk mengkontriksikan arteriol-arteriol ginjal, dengan demikian menurunkan pengeluaran urin dari ginjal. Efek ini disebut refleks ureterorenal dan bersifat penting untuk mencegah aliran cairan yang berlebihan kedalam pelvis ginjal yang ureternya tersumbat.
Refleks Berkemih
Merujuk kembali pada gambar 31-2, kita dapat melihat bahwa selama kandung kemih terisi, banyak yang menyertai kontraksi berkemih mulai tampak, seperti diperlihatkan oleh gelombang tajam dengan garis putus-putus. Keadaan ini disebabkan oleh refleks peregangan yang dimulai oleh reseptor regang sensorik pada dinding kandung kemih, khususnya oleh reseptor pada uretra posterior ketika daerah ini mulai terisi urin pada tekanan kandung kemih yang lebih tinggi. Sinyal sensorik dari reseptor regang kandung kemih dihantarkan ke segmen sakral medula spinalis melalui nervus pelvikus dan kemudian secara refleks kembali lagi ke kandung kemih melalui serat saraf parasimpatis melalui saraf yang sama ini.
Ketika kandung kemih hanya terisi sebagian, kontraksi berkemih ini biasanya secara spontan berelaksasi setelah beberapa detik, otot detrusor berhenti berkontraksi, dan tekanan turun kembali ke garis basal. Karena kandung kemih terus terisi, refleks berkemih menjadi bertambah sering dan menyebabkan kontraksi otot detrusor lebih kuat.
Sekali refleks berkemih mulai timbul, refleks ini akan “ menghilang sendiri. “ Artinya, kontraksi awal kandung kemih selanjutnya akan mengaktifkan reseptor regang untuk menyebabkan peningkatan selanjutnya pada impuls sensorik ke kandung kemih dan uretra posterior, yang menimbulkan peningkatan refleks kontraksi kandung kemih lebih lanjut, jadi siklus ini berulang dan berulang lagi sampai kandung kemih mencapai kontraksi yang kuat. Kemudian, setelah beberapa detik sampai lebih dari semenit, refleks yang menghilang sendiri ini mulai melemah dan siklus regeneratif dari refleks miksi ini berhenti, menyebabkan kandung kemih berelaksasi.
Jadi refleks berkemih adalah suatu siklus tunggal lengkap dari : Peningkatan tekanan yang cepat dan progresif Periode tekanan dipertahankan dan Kembalinya tekanan ke tonus basal kandung kemih.
Sekali refleks berkemih terjadi tetapi tidak berhasil mengosongkan kandung kemih, elemen saraf dari refleks ini biasanya tetap dalam keadaan terinhibisi selama beberapa menit sampai satu jam atau lebih sebelum refleks berkemih lainnya terjadi. Karena kandung kemih menjadi semakin terisi, refleks berkemih menjadi semakin sering dan semakin kuat.
Sekali refleks berkemih menjadi cukup kuat, hal ini juga menimbulkan refleks lain, yang berjalan melalui nervus pudendal ke sfingter eksternus untuk menghambatnya. Jika inhibisi ini lebih kuat dalam otak daripada sinyal konstriktor volunter ke sfingter eksterna, berkemih pun akan terjadi. Jika tidak, berkemih tidak akan terjadi sampai kandung kemih terisi lagi dan refleks berkemih menjadi makin kuat.
Perangsangan atau Penghambatan Berkemih oleh Otak
Refleks berkemih adalah refleks medula spinalis yang seluruhnya bersifat autonomik, tetapi dapat dihambat atau dirangsang oleh pusat dalam otak.
Pusat-pusat ini antara lain : Pusat perangsang dan penghambat kuat dalam batang otak, terutama terletak di pons dan Beberapa pusat yang terletak di korteks serebral yang terutama bekerja sebagai penghambat tetapi dapat juga menjadi perangsang.
Refleks berkemih merupakan dasar penyebab terjadinya berkemih, tetapi pusat yang lebih tinggi normalnya memegang peranan sebagai pengendali akhir dari berkemih seperti berikut : Pusat yang lebih tinggi menjaga secara parsial penghambatan refleks berkemih kecuali jika persitiwa berkemih dikehendaki. Pusat yang lebih tinggi dapat mencegah berkemih, bahkan jika refleks berkemih timbul, dengan membuat kontraksi tonik terus menerus pada sfingter eksternus kandung kemih sampai mendapatkan waktu yang baik untuk berkemih.
Jika tiba waktu untuk berkemih, pusat kortikal dapat merangsang pusat berkemih sakral untuk membantu mencetuskan refleks berkeih dan dalam waktu bersamaam menghambat sfingter eksternus kandung kemih sehingga peristiwa berkemih dapat terjadi.
Berkemih di bawah keinginan biasanya tercetus dengan cara berikut : Pertama, seseorang secara sadar mengkontraksikan otot-otot abdomennya, yang meningkatkan tekanan dalam kandung kemih dan mengakibatkan urin ekstra memasuki leher kandung kemih dan uretra posterior di bawah tekanan, sehingga meregangkan dindingnya. Hal ini menstimulasi reseptor regang, yang merangsang refleks berkemih dan menghambat sfingter eksternus uretra secara simultan. Biasanya, seluruh urin akan keluar, terkadang lebih dari 5 sampai 10 ml urin tertinggal di kandung kemih.





2.3 Pengkajian
Pola berkemih
Pada orang-orang untuk berkemih sangat individual
Frekuensi
Frekuensi untuk berkemih tergantung kebiasaan dan kesempatan. Banyak orang-orang berkemih kira-kira 70 % dari urine setiap hari pada waktu bangun tidur dan tidak memerlukan waktu untuk berkemih pada malam hari. Orang-orang biasanya berkemih : pertama kali pada waktu bangun tidur, sebelum tidur dan berkisar waktu makan.
Volume
Volume urine yang dikeluarkan sangat bervariasi.
Usia Jumlah / hari
1. Hari pertama & kedua dari kehidupan 15 – 60 ml
2. Hari ketiga – kesepuluh dari kehidupan 100 – 300 ml
3. Hari kesepuluh – 2 bulan kehidupan 250 – 400 ml
4. Dua bulan – 1 tahun kehidupan 400 – 500 ml
5. 1 – 3 tahun 500 – 600 ml
6. 3 – 5 tahun 600 – 700 ml
7. 5 – 8 tahun 700 – 1000 ml
8. 8 – 14 tahun 800 – 1400 ml
9. 14 tahun – dewasa 1500 ml
10. Dewasa tua 1500 ml / kurang
Jika volume dibawah 500 ml atau diatas 300 ml dalam periode 24 jam pada orang dewasa, maka perlu lapor.
Faktor yang mempengaruhi kebiasaan berkemih
Diet dan intake
Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi output urine, seperti protein dan sodium mempengaruhi jumlah urine yang keluar, kopi meningkatkan pembentukan urine intake cairan dari kebutuhan, akibatnya output urine lebih banyak.
Respon keinginan awal untuk berkemih.
Beberapa masyarakat mempunyai kebiasaan mengabaikan respon awal untuk berkemih dan hanya pada akhir keinginan berkemih menjadi lebih kuat. Akibatnya urine banyak tertahan di kandung kemih. Masyarakat ini mempunyai kapasitas kandung kemih yang lebih daripada normal


Gaya hidup
Banyak segi gaya hidup mempengaruhi seseorang dalam hal eliminasi urine. Tersedianya fasilitas toilet atau kamar mandi dapat mempengaruhi frekuensi eliminasi. Praktek eliminasi keluarga dapat mempengaruhi tingkah laku.
Stress psikologi
Meningkatnya stress seseorang dapat mengakibatkan meningkatnya frekuensi keinginan berkemih, hal ini karena meningkatnya sensitive untuk keinginan berkemih dan atau meningkatnya jumlah urine yang diproduksi.
Tingkat aktifitas
Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot. Eliminasi urine membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik untuk tonus sfingter internal dan eksternal. Hilangnya tonus otot kandung kemih terjadi pada masyarakat yang menggunakan kateter untuk periode waktu yang lama. Karena urine secara terus menerus dialirkan keluar kandung kemih, otot-otot itu tidak pernah merenggang dan dapat menjadi tidak berfungsi. Aktifitas yang lebih berat akan mempengaruhi jumlah urine yang diproduksi, hal ini disebabkan karena lebih besar metabolisme tubuh.
Tingkat perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga akan mempengaruhi pola berkemih. Pada wanita hamil kapasitas kandung kemihnya menurun karena adanya tekanan dari fetus atau adanya lebih sering berkemih.
Kondisi Patologis.
Demam dapat menurunkan produksi urine (jumlah & karakter) Obat diuretiik dapat meningkatkan output urine Analgetik dapat terjadi retensi urine.
Urine
Warna :
1. Normal urine berwarna kekuning-kuningan.
2. Obat-obatan dapat mengubah warna urine seperti orange gelap.
3. Warna urine merah, kuning, coklat merupakan indikasi adanya penyakit.
Bau :
Normal urine berbau aromatik yang memusingkan. Bau yang merupakan indikasi adanya masalah seperti infeksi atau mencerna obat-obatan tertentu. Berat jenis adalah berat atau derajat konsentrasi bahan (zat) dibandingkan dengan suatu volume yang sama dari yang lain seperti air yang disuling sebagai standar. Berat jenis air suling adalah 1, 009 ml. Normal berat jenis : 1010 – 1025
Kejernihan :
1. Normal urine terang dan transparan
2. Urine dapat menjadi keruh karena ada mukus atau pus.
pH : Normal pH urine sedikit asam (4,5 – 7,5)
Urine yang telah melewati temperatur ruangan untuk beberapa jam dapat menjadi alkali karena aktifitas bakteri. Vegetarian urinennya sedikit alkali.
Protein :
Molekul-molekul protein yang besar seperti : albumin, fibrinogen, globulin, tidak tersaring melalui ginjal-urine. Pada keadaan kerusakan ginjal, molekul-molekul tersebut dapat tersaring – urine. Adanya protein didalam urine - proteinuria, adanya albumin dalam urine - albuminuria.
Darah :
Darah dalam urine dapat tampak jelas atau dapat tidak tampak jelas. Adanya darah dalam urine - hematuria.
Glukosa :
Normalnya adanya sejumlah glukosa dalam urine tidak berarti bila hanya bersifat sementara, misalnya pada seseorang yang makan gula banyak - menetap pada pasien DM. Adanya gula dalam urine - glukosa
Keton : Hasil oksidasi lemak yang berlebihan.
Masalah-masalah dalam Eliminasi
Masalah-masalahnya adalah retensi, inkontinensia urine, enuresis, perubahan pola urine (frekuensi, keinginan (urgensi), poliurine dan urine suppression). Penyebab umum masalah ini adalah Obstruksi, Pertumbuhan jaringan abnormal, Batu Infeksi, masalah-masalah lain.
Retensi merupakan adanya penumpukan urine didalam kandung kemih dan ketidak sanggupan kandung kemih untuk mengosongkan diri. Menyebabkan distensi kandung kemih. Normal urine berada di kandung kemih 250 – 450 ml Urine ini merangsang refleks untuk berkemih. Dalam keadaan distensi, kandung kemih dapat menampung urine sebanyak 3000 – 4000 ml urine.
Tanda-tanda klinis retensi
1. Ketidaknyamanan daerah pubis.
2. Distensi kandung kemih
3. Ketidak sanggupan unutk berkemih.
4. Sering berkeih dalam kandung kemih yang sedikit (25 – 50 ml)
5. Ketidak seimbangan jumlah urine yang dikelurakan dengan intakenya.
6. Meningkatnya keresahan dan keinginan berkemih.
Penyebab
1. Operasi pada daerah abdomen bawah, pelviks, kandung kemih, urethra.
2. Pembesaran kelenjar prostat
3. Strikture urethra.
4. Trauma sumsum tulang belakang.
5. Inkontinensi urine
Ketidaksanggupan sementara atau permanen otot sfingter eksterna untuk mengontrol keluarnya urine dari kandung kemih. Jika kandung kemih dikosongkan secara total selama inkontinensi - inkontinensi komplit. Jika kandung kemih tidak secara total dikosongkan selama inkontinensia - inkontinensi sebagian
Penyebab Inkontinensi
a. Proses ketuaan
b. Pembesaran kelenjar prostat
c. Spasme kandung kemih
d. Menurunnya kesadaran
e. Menggunakan obat narkotik sedative
Ada beberapa jenis inkontinensi yang dapat dibedakan :
1. Total inkontinensi
Adalah kelanjutan dan tidak dapat diprediksikan keluarnya urine. Penyebabnya biasanya adalah injury sfinter eksternal pada laki-laki, injury otot perinela atau adanya fistula antara kandung kemih dan vagina pada wanita dan kongenital atau kelainan neurologis.
2. Stress inkontinensi
Ketidaksanggupan mengontrol keluarnya urine pada waktu tekanan abdomen meningkat contohnya batuk, tertawa - karena ketidaksanggupan sfingter eksternal menutup.
3. Urge inkontinensi.
Terjadi pada waktu kebutuhan berkemih yang baik, tetapi tidak dapat ketoilet tepat pada waktunya. Disebabkan infeksi saluran kemih bagian bawah atau spasme kandung kemih.
4. Fungisonal inkontinensi.
Adalah involunter yang tidak dapat diprediksi keluarnya urine. Biasa didefinisikan sebagai inkontinensi persists karena secara fisik dan mental mengalami gangguan atau beberapa faktor lingkungan dalam persiapan untuk buang air kecil di kamar mandi.
5. Refleks inkontinensi
Adalah involunter keluarnya urine yang diprediksi intervalnya ketika ada reaksi volume kandung kemih penuh. Klien tidak dapat merasakan pengosongan kandung kemihnya penuh.
Enuresis
a. Sering terjadi pada anak-anak
b. Umumnya terjadi pada malam hari - nocturnal enuresis
c. Dapat terjadi satu kali atau lebih dalam semalam.
d. Penyebab Enuresis
e. Kapasitas kandung kemih lebih besar dari normalnya
Anak-anak yang tidurnya bersuara dan tanda-tanda dari indikasi dari keinginan berkemih tidak diketahui, yang mengakibatkan terlambatnya bagun tidur untuk kekamar mandi. Kandung kemih irritable dan seterusnya tidak dapat menampung urine dalam jumlah besar. Suasana emosional yang tidak menyenangkan di rumah (misalnya persaingan dengan saudara kandung, ceksok dengan orang tua). Orang tua yang mempunyai pendapat bahwa anaknya akan mengatasi kebiasaannya tanpa dibantu untuk mendidiknya.
Perubahan pola berkemih
a. Frekuensi normal, meningkatnya frekuensi berkemih karena meningkatnya cairan
b. Frekuensi tinggi tanpa suatu tekanan intake cairan dapat diakibatkan karena cystitis
c. Frekuensi tinggi pada orang stress dan orang hamil
Urinari suppresi adalah berhenti mendadak produksi urine
Secara normal urine diproduksi oleh ginjal secara terus menerus pada kecepatan 60 – 120 ml/jam (720 – 1440 ml/hari) dewasa. Keadaan dimana ginjal tidak memproduksi urine kurang dari 100 ml/hari disanuria. Produksi urine abnormal dalam jumlah sedikit oleh ginjal disebut oliguria misalnya 100 – 500 ml/hari. Penyebab anuria dan oliguria : penyakit ginjal, kegagalan jantung, luka bakar dan shock.

2.4 ELIMINASI
Eliminasi merupakan kebutuhan dalam manusia yang esensial dan berperan dalam menentukan kelangsungan hidup manusia. Eliminasi dibutuhkan untuk mempertahankan homeostasis melalui pembuangan sisa-sisa metabolisme. Secara garis besar, sisa metabolisme tersebut terbagi ke dalam dua jenis yaitu sampah yang berasal dari saluran cerna yang dibuang sebagai feces (nondigestible waste) serta sampah metabolisme yang dibuang baik bersama feses ataupun melalui saluran lain seperti urine, CO2, nitrogen, dan H2O.
Gangguan eliminasi urinarius adalah suatu keadan dimana seorang individu mengalami gangguan dalam pola berkemih ( fundamental of nursing hal 614, 2001 )
2.4.1 ETIOLOGI
Terjadi g3 eliminasi dkarenakan adanya retensi Na & air, sehingga menyebabkan g3 berkemih spt:
a. Retensi urine adl ketidak mampuan mengeluarkan urine.
b. Inkontinensia urine adl ketidak mampuan mengendalikan pengeluaran urine
- Inkontinensia Fungsional
- Inkontinensia Reflek
- Inkontinensia Stres
- Inkontinensia Total
- Inkontinensia Dorongan
c. Hematuria adl kencing darah.
d. Polyuria adl ekresi urine dlm jml banyak
e. Oliguria adl keadaan berkurangnya jml urine yg dhasilkan 9 ml.
f. Anuria adl keadan terhntinya prod. Urine / berkurangnya vol urine hg suatu tahap yg tdk memadai dlm ekresi limbah yg normal.
g. Dysuria adl berkemih yg sering
h. Frekwnsi adl berkmih yg sering
>Penjelasan dari yang diatasi
a. Retensi urine
Akumulasi urine yang nyata didalam kandung kemih akibat ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih, merengangkan dindingnya sehingga timbul perasaan tegang, tidak nyeri tekan pada stympisis pubis, gelisah dan terjadi datoresis (berkeringat)
b.Inkontinensia
Kehilangan kontrol berkemih, inkontinensia urine dapat bersifat sementara atau menetap. Disebabkan karena tidak dapat mengontrol sphingter uretra eksterna
2.4.2 FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
1. Perkembangan dan pertumbuhan
Bayi dan anak-anak mengekskresikan urine dalam jumlah yang lebih besar dibanding dengan ukuran tubuh mereka. Anak berusia 6 bulan dengan berat badan 6-8 kg mengekskresikan urine 400-500 ml/ hari.
2. Sosial koltural
3. Faktor psikologis
4. Kebiasaan pribadi
5. Tonus otot
6. Status volume
7. Kondisi penyakit
8. Prosedur bedah
9. Obat-obatan
10. Pmeriksaan diagnostik
2.6.3 Karekteristik urine
Scara normal urin terdri atas:
96% air
4% zat padat
Warna urine
Urine normal:berwarna kuning muda
warna yg gelap:biasanya merupkan urine yg lbih pekat
Bau
Normal:urine berbau aromatik yg samar2
Urine keruh + bau amoniak.
PH urine
N kurang lebih 6(agak asam)/ 4,5 – 7,5
BJ urine:menunjukkan darajat keasaman hidrasi
N:1,005 – 1,025
E.Patofisiologi
Proses imunologik kuman strep nefriotugen

Gangguan dlm reproduksi
Gangguan eliminasi urine
2.4.4 MANIFESTASI KLINIS GNA
Manifestasi klinis pada gangguan eliminasi yang berhubungan dengan penyakit adalah sebagai berikut :
>Hematuria
>Edema ringan pada mata / seluruh tubuh
>Edema berat mengakibatkn oliguria dan payah jantung
>Hipertensi 60 – 70%
>Gangguan GIT ( muntah dan diare )
>Oliguria
2.4.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG GNA
>LED
>Tes HB
>Pemeriksaan urine:
jumlah urine menurun,
BJ urine meningkat,
gross hematuria, urium dan
kreatinin darah meningkat
2.4.6 PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan medis pada penderita dgn diberi diet TKRP RG (1 gr per hari ) makanan lunak, menjalani betres total, HT Intake cairan di batasi, bila terjadi anuria 5 sampai 7 hari dgn Hemodialisis, Dialisis Peritoneal.
Evaluasi yang di inginkan :
Kebutuhan cairan dan elektrolit klien terpenuhi.
Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Tidak terjadi iritasi kulit pada kulit disekitar genital
Kecemasan keluarga hilang.


2.5 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA GANGGUAN POLA ELIMINASI URINE
2.5.1 Pengkajian
a. Nama : Untuk membeda-bedakan masing-masing pasien.
Umur : Sebagai pertimbangan cara pendekatan yang akan digunakan.
Jenis kelamin : Untuk membedakan, dan menentukan jenis Kelamin Klien.
Pekerjaan : Untuk mengetahui sumber penghasilan keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Alamat : Untuk mengetahui asal pasien / tempat tinggal (berhubungan erat dengan lingkungan dan sanitasi).
Suku bangsa : Untuk mengetahui adat yang digunakan Klien.
Pendidikan : Untuk mengetahui tingkat pengetahuan Klien.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama dikaji untuk mengetahui alasan mengapa klien sampai dibawa ke Rumah sakit. Pada gangguan eliminasi urinne biasanya klien tidak bisa BAK atau BAK yang tidak terkontrol
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien datang dengan keluhan sulit berkemih, kalau berkemih harus mengejan dengan kuat, walau minum banyak tapi klien BAK tetap sedikit.
d. Riwayat Penyakit Masa Lalu
Riwayat Penyakit masa lalu dikaji untuk mengetahui apakah klien pernah mempunyai penyakit yang sama atau apakah klien pernah mempunyai riwayat alergi, gangguan absorbsi dan pernah menderita riwayat penyakit akibat gizi buruk dan Higiene Sanitasi yang buruk.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Penyakit Keluarga dikaji untuk mengetahui apakah ada keluarga yang pernah mempunyai Penyakit yang sama atau Penyakit yang menular/menurun.
f. Riwayat Psikososial dan spiritual
Klien dengan masalah ini biasanya mengalami konsep diri, klien merasa tidak percaya diri dan malu pada penyakitnya, klien dalam masalah ini biasanya kesulitan dalam beribadah
g. Pola Kebiasaan Sehari-hari
Pola aktifitas sehari-hari perlu dikaji diantaranya :
Makan : Makanan yang dikonsumsi individu mempengaruhi eliminasi, intolerensi pada jenis makanan tertentu dapat mengakibatkan diare.
Minum : - Asupan minuman/cairan yang menurun dapat mempengaruhi pola eliminasi .
Eliminasi : pasien mengalami gangguan dalam berkemih , pasien yang mengalami retensi urine mengaku tidak bisa BAK, da pasien yang mengalami inkontinensia mengeluh tidak dapat mengontrol pola berkemihnya
Tidur : Pola istirahat tidur ikut terganggu akibat dari blas penuh karena keinginan untuk berkemih yang terus menerus.
Aktifitas Lain : Kurangnya mobilisasi dapat mengakibatkan klien mengalami gangguan pola berkemih
.
h. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Kesadaran
Dikaji untuk mengetahui keadaan umum klien pada/menurut GCS (Goslow Coma Skala). Respon Mootorik = 6
Verbal = 5
Mata = 4
15 compos mentis
Tanda-tanda Vital
Tensi (tekanan darah) = 120/80 (normal)
Nadi = 100-120 x menit (anak-anak normal).
Suhu = 36 – 370 c (normal).
Respiration RUB = 23 x /menit (normal)
Status gizi : BB menurun jadi status gizi menurun
2.5.2 Pemeriksaan cepalo caudal
→ Kepala
Pada kasus gangguan pola eliminasi urine biasanya tidak mengalami gangguan , kecuali pada kasus – kaus tertentu seperti GNA., yang bisa mengalami edema palpebra
→ Hidung dan Telinga
Pada gangguan eliminasi urine biasanya dari pemeriksaan.
Inspeksi : Bentuk hidung simetris, warna sama dengan daerah sekitarnya.
Palpasi : Biasanya tidak ada nyeri tekan, tidak ada polip
Pada Telinga
Inspeksi : Bentuk simetris, warna sama dengan daerah sekitarnya, tidak ada tanda-tanda infeksi, tidak ada pendarahan.
Palpasi : Biasanya tidak ada nyeri tekan, tidak ada polip.
→ Mulut dan Lidah
Biasanya pada gangguan eliminasi Urine Mukosa mulut terlihat kering dan lidah tidak kotor.
→ Leher dan Tenggorokan
Pada leher dan tenggorokan tidak ada pembesaran getah bening maupun tyroid.
→ Pada Dada / Thorax
Pemeriksaan Paru
Inpeksi : Yang dikaji meliputi bentuk dada yaitu bentuk dada corong (funnel chest), bentuk dada tong (Barrel chest), bentuk dada burung (pigeon chest) selain itu yang dikaji yaitu Pernafasan Klien.
Palpasi : Yang dikaji yaitu terdapatnya nyeri tekan, peningkatan/ penurunan Fokal Fremitus serta ekspansi Paru.
Perkusi : Yang dikaji letak/batas paru (suara, resonan, tympani, redup).
Batas Paru :
Kanan Kiri
Pada ICS 1-2 resonan Resonan pada ICS 1-2 dan 6
Pada ICS 3-4 redup
karena ada hepar Pada ICS 3-5
karena ada jantung
Pada ICS 5-6 tympani Pada ICS 7 tympani
Auskultasi : Yang dikaji suara tambahan paru.
Misalnya : weeling, rales, ranchi, pleura fraction Rub.
Pemeriksaan Jantung
Inpeksi : Yang dikaji ictus cordis terlihat atau tidak.
Palpasi : Yang dikaji teraba dan kekuatan uctus cordis
Ictus cordis terletak pada ICS 5 mid claucula line sinistra.
Perkusi : Yang dikaji batas-batas Jantung normal
Batas Jantung atas pada ICS 3
Batas Jantung atas pada ICS 5
Batas Jantung kanan pada linea sternalis sinistra.
Batas Jantung kiri pada linia aksila anterior sinistra.
Auskultasi : - Yang dikaji suara tambahan Jantung misal : murmur BJ III dan IV.
- Bunyi jantung I dan II yaitu sistole dan diastole terdengar pada ICS.
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Yang dikaji ada tidaknya striae, ada tidaknya lesid kebersihan.
Auskultasi :
8 8
7 7
Termasuk normoperistaltik.
Perkusi : Pada lambung terdengar Hipertympani.
Palpasi : Dikaji untuk mengetahui Pembesaran hati, ginjal, lien dan bledder.
Anus dan Genetalia
Masanya pada gangguan eliminasi Alvi anus dan genetalia tidak mengalami mengalami sedikit sakit karena proses mengejan.
Ekstrenitas Kuku
Bentuk kuku
Kuku tidak sionosis, warna kuku putih kemerahan, tidak ada odema ekstrinitas, terpasang infus pada tangan disebelah kiri.
Tonus Otot
8 8
7 7
Kekuatan otot penuh.
Pemeriksaan Neurologis
1. Olfaktori
Dikaji apakah klien mampu mengidentifikasi bau/aroma benda tertentu.
2. Optik
Dikaji apakah klien mampu melihat huruf pada kartu snelen pada jarak 6 m.
3. Okulamator
Dikaji apakah pupil peka terhadap cahaya dan mampu beradaptasi dengan baik.
4. Troklear
Dikaji untuk mengetahui apakah bola mata mampu mampu bergerak keatas dan kebawah.
5. Trigeminal
- Dikaji apakah reflek kornea cepat pada sentuhan kapas.
- Dikaji apakah terdapat nyeri pada wajah.
6. Abdusen
Dikaji apakah bola mata mampu bergerak kesamping kiri, kanan atas dan bawah.
7. Fasial
Dikaji apakah klien mampu untuk tersenyum, mengerutkan dahi, menaikkan alis.
Dikaji apakah klien mampu merasakan asin, manis, asem dan pahit.
8. Auditori (Pendengaran)
Dikaji apalkah klien mampu mendengarkan kata-kata dengan baik.
9. Glosofaringeal (Pengecapan, kemampuan menelan, gerak lidah)
Dikaji apakah klien mampu merasakan asin, manis, asam pada pangkal lidahnya.
Dikaji apakah reflek GAG baik.
Dikaji apakah klien mampu menggerakkan lidahnya.
10. Vagus
Dikaji apakah pada saat bersuara “ah” terdapat gerakan malatum dan faringeal.
Dikaji apakah timbul GAG.
Dikaji apakah klien dapat bersuara keras.
11. Aksesori
Dikaji apakah klien dapat mengangkat bahu dan memalingkan wajah kesisi yang ditahan.
12. Hipoglosial
Dikaji apakah klien dapat menggerakkan lidahnya kesamping dan keatas kebawah.
Pemeriksaan penunjang
Untuk mengetahui kelainan-kelainan yang terjadi melalui pemeriksaan laboratorium yang lebih adekuat.
Penatalaksanaan
Harapan klien dan keluarga
Genogram
2.5.3 Diagnosa Keperawatan
Menurut ANA (American Nursing Asosiation) diagnosa merupakan respon individu pada masalah kesehatan yang aktual dan potensial (Marilynne. Doenges : 2002).
Diagnosa Keperawatan :
>Gangguan Eliminasi Urine,:
a.Penurunan kapasitas ?iritasi kandung kemih
b.Penurunan Iisyarat kandung kemih
c.Kelemahan otot dasar
d.Ketidak mampun untuk menakses kamar mandi saat diperlukan
e.Penurunan perhatianpada isyarat kandung kemih
2.5.4 INTERVENSI
1.Pertahankan Hidrasi yg optimal
a. Intake cairan 2-3 L/ hari
b. Beri jarak cairan tiap 2 jam
c. Perbanyak masukan cairan
2.Tingkat berkemih
Pastikan privasi da rasa nyama, bantu klien menggunakan bedpan
3.Tingkat integritas kulit
a. Identifikasikan klien yang berisiko mengalami ulkus
b. Cuci area, bilas dan keringkan setelah BAK
4.Kaji pola berkemih
a. Waktu dan jumlah cairan
b. Tipe cairan
c. Jumlah retensi
d.Jumlah berkemih
5.Jadwalkan program Kateterisasi Intrmitten pada klien dan keluarga untuk penatalaksanaan jangka panjang
a. Jelaskan alasan kateterisasi
b. Jelaskan pentingnya pengosongan kandung kemih
*Retnsi urineb/d okstruksi atau disfungsi neuromuskular
1. Kaji diatensi kandung kemih
2. Tindakan pengosongan kandung kemih
a. Manufer vabsova
-kontraksikan otot abdomen mengejan, tahan nafas sambil meregangkan
-tahan regangan sampai aliran urine berhenti, tunggu 1 menit dan regangkan kmbali
b. Ajarkan manuf credes
-tempatkan kedua tangan diarea umbilikus
-tekan dengan kuat kearah bawah, kearah pelvis
-ulangi 6-7 x sampai urine tidak keluar lagi
c. Ajarkan manufer regangan anal
-duduk pada toilet, bungkuk kedepan pada ke-2 paha
-tempatkan 1 tangan dengan sarung tangan dibelakang bokong
-masukan 1-2 jari yang dilumasi kedalam urine sampai sphingter
-pisahkan bagian jari/ tarik kearah posterior
-perlahan pegang sphingter anus dan tahan mengejan dan berkemih
-ambil nafas dalam tahan waktu mengejan
3. Jika volume residu > 100cc, atau tidak berhasil progamkan kateterisasi intermiten.
4. Catat urine tiap jam
5. Bantu pasien teknik relaksasi
6. Pantau
-TTV
-Masukan cairan untuk cegah hidrasi
7. Kolaborasi dengan tim medis
-Pemberian analgesik
-Pemberian kolinemik
-Pemberian infus


BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Urin atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Namun, ada juga beberapa spesies yang menggunakan urin sebagai sarana komunikasi olfaktori. Urin disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra